Jumat 21 Jul 2023 04:26 WIB

Kaum Hawa Harus Waspadai Bahaya Perdagangan Orang, Pekerja Migran Ilegal, dan Prostitusi

Kemen PPPA gandeng DPR sosialisasi cegah TPPO di kalangan perempuan

Ilustrasi pelaku TPPO.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi pelaku TPPO.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kemen PPPA) menggandeng Komisi VIII DPR menyosialisasikan pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kalangan perempuan agar terbuka terhadap perkembangan modus yang bukan hanya diselundupkan menjadi pekerja migran ilegal tetapi juga prostitusi online yang merebak di tanah air.

Asisten Deputi (Asdep) Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA Prijadi Santoso usai menjadi narasumber dalam kegiatan sosialisasi pemahaman hak perempuan serta pencegahan TPPO di Kota Bogor, Kamis, mengatakan terus berkolaborasi membuka wawasan masyarakat tentang perdagangan orang agar tidak menjadi korban, termasuk kalangan perempuan.

Baca Juga

"Kami ada kolaborasi dengan komunitas pekerja migran ya sebagai pencegahan, ada juga dengan masyarakat. Bentuknya ada sosialisasi, ada bimbingan teknis dan penanganan," ujarnya.

Pada kegiatan yang menghadirkan para perempuan di Kota Bogor ini, Prijadi pun mengimbau untuk dapat mendeteksi modus-modus yang dilancarkan oleh para pelaku TPPO.

 

Di antaranya, janji bekerja ke luar negeri menjadi pekerja migran Indonesia (PMI), menggunakan jeratan hutang, perdagangan bayi, pengantin pesanan atau kawin kontrak dan magang bagi pelajar dan mahasiswa.

 

Bersama Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka, Prijadi mengajak perempuan dapat berperan dalam menjadi benteng diri dan keluarga dengan jangan mudah percaya terhadap tawaran kerja.

 

Kerja sama dengan Komisi VIII DPR RI yang salah satunya berkonsentrasi membangkitkan peran perempuan juga salah satu upaya lebih dekat, agar para anggota dewan mendorong peningkatan kepercayaan diri perempuan dalam menghadapi kesulitan ekonomi dan berupaya produktif di dalam negeri.

 

Prijadi Santoso menyampaikan hingga saat ini ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia tertipu masuk dalam perdagangan orang ialah karena kemiskinan, pengangguran, pendidikan rendah, kebiasaan migrasi dengan alasan memperbaiki nasib, budaya konsumtif dan jaringan kejahatan terorganisasi lintas negara.

 

Menurut data yang terkumpul di Kemen PPPA, telah ada 5.848 orang calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal yang diselamatkan pada tahun 2022. Namun demikian, periode 2018-2022 ada 1.793 kasus TPPO dengan 2.083 orang korban baik anak-anak, dewasa, laki-laki dan perempuan.

 

Pada tahun 2020-2021, ada sekitar 1,8 juta laporan pelecehan anak atas kasus eksploitasi seksual anak secara online. Data itu dua kali lebih tinggi dari tahun 2020 yang hanya 986.648 orang.

 

Ia menyebutkan, daerah-daerah dengan perkembangan TPPO terbanyak di antaranya wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan wilayah Indonesia bagian Timur yang dulu sebagai transit, sekarang juga banyak warganya menjadi korban TPPO.

 

Prijadi berharap keterbukaan informasi, kolaborasi dengan komunitas hingga peran pemerintah daerah dapat menjangkau daerah dengan jumlah TTPO terbanyak itu dalam sisi pencegahan.

 

"Jadi sosialisasi secara intens dan berbagai cara itu penting dan kami harus berkolaborasi hingga pemerintah daerah membuka wawasan agar tidak tertipu TPPO," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement