Rabu 12 Jul 2023 17:05 WIB

SMAN Favorit di Jakarta Tetap Dibanjiri Pendaftar dengan Sistem PPDB

Jumlah siswa yang mendaftar di SMAN favorit bisa capai tiga kali lipat dari kuota.

Rep: Eva Rianti/ Red: Nora Azizah
Calon siswa melihat pengumuman penerimaan PPDB (Foto: ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Calon siswa melihat pengumuman penerimaan PPDB (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah sekolah yang terkenal unggul menjadi sorotan sejak pemberlakuan sistem jalur zonasi. Pasalnya, sekolah-sekolah yang dikenal favorit itu mesti menyesuaikan diri terhadap tujuan diberlakukannya zonasi untuk pemerataan kualitas pendidikan, sehingga tak semata berorientasi pada nilai.

Sejumlah SMA Negeri unggul di Jakarta mencatatkan ada 10-20 siswa dari jalur zonasi yang undur diri, di antaranya karena berorientasi untuk bekerja, padahal pendidikan yang tepat untuk yang ingin langsung bekerja adalah di SMK.

Baca Juga

Di antaranya, SMAN 8 di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan mencatat ada sekitar 20 siswa jalur zonasi yang pindah sekolah dan rerata dari puluhan siswa itu memilih melanjutkan ke SMK atau PKBM. Kemudian SMAN 81 di Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur mencatat ada sekitar 10 siswa yang keluar dari sekolah tersebut dan memilih SMK pula. Orientasinya sama yakni untuk bisa langsung bekerja setelah lulus sekolah kejuruan.

"Di SMAN 8 Jakarta memenuhi persentase 50 persen jalur zonasi atau sekitar 158 siswa, karena memang sudah sistem," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaaan SMAN 8 Gatot Handoko, dikutip Rabu (12/7/2023).

Terpisah, Kepala Sekolah SMAN 81 Jakarta Joko Arwanto mengatakan bahwa jumlah pendaftar yang ingin bersekolah di SMAN 81 bisa tiga kali lipat dari jumlah siswa yang diterima.

"Persentase 50 persen memenuhi. Pendaftarnya lebih dari 50 persen, biasanya yang masuk dan jumlah peminat atau pendaftarnya 1:3, jadi tidak kekurangan murid," kata Joko.

Joko mengatakan bahwa walau bagaimanapun peminat SMAN akan tetap banyak. Pasalnya jumlah lulusan SMP selalu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah SMA yang tersedia. SMAN sendiri, lanjut Joko, hanya bisa menampung sekitar 20 persen dari jumlah lulusan SMP.

Menurut pendapatnya, seleksi tetap terjadi, baik saat belum diberlakukannya sistem zonasi yakni dengan menggunakan nilai, maupun saat diberlakukannya sistem zonasi yakni dengan berbagai jalur seperti zonasi, afirmasi, prestasi, dan lain-lain. Sehingga menurut dia, kondisi jumlah siswa relatif sama dan tidak kekurangan.

"Kalau semua lulusan SMP bisa langsung ditampung, mungkin nggak pakai seleksi-seleksian. Ini karena daya tampung terbatas dengan cara apapun seleksinya, perbedaannya non zonasi akan memunculkan sekolah favorit, kalau zonasi lebih memeratakan layanan pendidikan," kata Joko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement