Rabu 12 Jul 2023 15:53 WIB

PPDB 2023, Ombudsman Banten Terima 36 Pengaduan

Ombudsman Banten menerima sebanyak 35 pengaduan soal PPDB 2023.

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Bilal Ramadhan
Orangtua mendatangi sekolah karena kecewa dengan hasil PPDB yang membuat anaknya gagal diterima. Ombudsman Banten menerima sebanyak 35 pengaduan soal PPDB 2023.
Foto: Shabrina Zakaria/Republika
Orangtua mendatangi sekolah karena kecewa dengan hasil PPDB yang membuat anaknya gagal diterima. Ombudsman Banten menerima sebanyak 35 pengaduan soal PPDB 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Banten mengawasi pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) pada jenjang sekolah dasar SD/MI, kemudian sekolah menengah SMP/MT, SMA/SMK/MA dan SKh tahun ajaran (TA) 2023/2024.

Berdasarkan, pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman meliputi pemantauan langsung di lapangan, melakukan tindak lanjut atas laporan masyarakat serta dengan melakukan pertemuan dengan para pemangku kepentingan di daerah seperti Dinas Pendidikan, baik lingkup provinsi maupun kabupaten/kota dan Kanwil Kemenag sebagai bagian dari upaya pencegahan tercatat ada 36 pengaduan.

Baca Juga

"Ombudsman Perwakilan Banten telah menerima 36 pengaduan terkait pelaksanaan PPDB baik melalui media sosial, aplikasi pesan instan Whatsapp pengaduan maupun masyarakat yang datang langsung ke Kantor Ombudsman," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Banten Fadli Afriadi saat dikonfirmasi Republika, Rabu (12/7/2023).

Sementara itu pada proses pengawasan di jalur afirmasi, dia melanjutkan, Ombudsman mendapati beberapa data Kartu Indonesia Pintar (KIP) calon peserta didik yang tidak aktif namun tetap digunakan untuk mendaftar. Terdapat pula penggunaan Kartu Kampanye Calon Kepala Daerah yang tidak diatur dalam regulasi pemerintah.

Selain itu, pihaknya juga mendapati pula calon siswa dengan status anak pejabat dan pengusaha besar yang mencoba mendaftar melalui jalur afirmasi menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Ombudsman mengingatkan dan memonitor satuan Pendidikan serta berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat untuk menepati peraturan yang berlaku dalam menyikapi dinamika pada proses pendaftaran jalur afirmasi.

Selain itu, Ombudsman menemukan pungutan liar atau jual beli kursi masih terindikasi berpotensi terjadi di beberapa sekolah, khususnya pada tingkat sekolah menengah atas (SMA). 

"Adapun besaran dana antara Rp5 juta-Rp8 juta diminta dari orangtua untuk dapat memasukkan peserta didik ke sekolah negeri yang dituju," ujarnya.

Lebih lanjut, Ombudsman meminta beberapa hal. Pertama, pelaksana PPDB tidak terlibat dan konsisten pada pakta integritas yang telah ditanda-tangani. Sehingga, tidak ada siswa yang diterima lagi di luar proses PPDB yang diselenggarakan.

Kedua, orangtua calon siswa hendaknya berhati-hati terhadap oknum-oknum yang menjanjikan bantuan untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Sangat mungkin pada akhirnya orangtua calon siswa menjadi korban penipuan. Untuk itu, dia melanjutkan, jika menemukan ada hal tersebut sedari awal dapat dilaporkan kepada pihak berwajib.

Terkait data kependudukan, Ombudsman juga masih mendapati permasalahan antara lain yaitu tidak aktifnya kartu keluarga maupun data tanggal lahir yang tidak sesuai antara data kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) dan data pokok pendidikan (Dapodik) yang diacu oleh sistem PPDB. Dengan koordinasi dengan Dinas terkait, permasalahan tersebut dapat diatasi dan calon siswa dapat melakukan pendaftaran kembali.

Sementara itu di proses pendaftaran jalur Prestasi, khususnya non-akademik, masih didapati penggunaan sertifikat Asli tapi Palsu (Aspal). Sehingga, dia melanjutkan, Ombudsman mengapresiasi sekolah-sekolah yang melakukan uji keterampilan terhadap para calon siswa sebagai salah satu bentuk bukti prestasi. 

"Karena faktanya pada saat dilakukan uji keterampilan beberapa calon peserta didik tidak dapat membuktikan kemampuan non-akademiknya," ujarnya.

Misalnya antara lain, terdapat calon peserta didik yang melampirkan sertifikat Tahfidz, namun tidak mampu menunjukkannya. Contoh lainnya, calon peserta didik yang mengaku juara bela diri, namun ketika diminta mempraktikkan gerakan yang bersangkutan tidak mampu memperagakan, dan banyak contoh lainnya.

Tak hanya itu, Ombudsman mencatat permasalahan teknis juga masih dikeluhkan seperti penentuan titik koordinat antara rumah calon peserta didik dengan sekolah dan kesulitan mengunggah dokumen lainnya. Tidak hanya dari orangtua calon siswa, keluhan juga Ombudsman terima dari pihak operator sekolah (panitia PPDB) terkait permasalahan teknis seperti sisa daya tampung afirmasi yang tidak secara otomatis pindah ke jalur zonasi.

Hal ini menjadi pertanyaan dan ketidakpastian bagi calon peserta didik terkait jumlah daya tampung yang tersedia di sekolah tujuannya. Kemufian terdapat temuan khusus, yaitu terdapat SMP yang terlambat memperpanjang akreditasi sekolah sehingga mengakibatkan seluruh lulusan sekolah tersebut tidak dapat mendaftar jalur prestasi di tingkat SMA.

"Mencermati berbagai temuan di atas, Ombudsman meminta agar penyelenggara PPDB di tingkat sekolah maupun Dinas Pendidikan agar dapat merespons dan menindaklanjuti permasalahan agar masyarakat dapat memperoleh layanan dan kepastian sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Ia menambahkan, Ombudsman Perwakilan Banten akan terus secara intensif melakukan pengawasan, menerima pengaduan, serta berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka mengawasi pelaksanaan PPDB hingga beberapa pekan setelah dimulainya tahun ajaran baru atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Ini diharapkan dapat mencegah pelanggaran terhadap ketentuan daya tampung akibat adanya intervensi, titipan, dan faktor-faktor lainnya.

"Sebagai wujud pemberian pelayanan yang baik dan berkepastian, Ombudsman mengajak seluruh pihak untuk terus bersama-sama mewujudkan pelaksanaan PPDB TA 2023/2024 berjalan secara transparan, objektif, akuntabel, dan non-diskriminatif sesuai amanat peraturan perundang-undangan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement