Selasa 11 Jul 2023 15:14 WIB

Korban KDRT Harus Berani Lapor Polisi

Kapolri Listyo Sigit Prabowo beri atensi besar kasus KDRT.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengevaluasi sistem pengawasan di dalam rumah tahanan (rutan) KPK.
Foto: DPR
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengevaluasi sistem pengawasan di dalam rumah tahanan (rutan) KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Polri segera mengimplementasikan strategi dan pendekatan baru dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Memang jumlahnya berkurang, tapi polisi sendiri yang mengakui bahwa bisa jadi karena para korban enggan melapor. Kalau begini berarti yang harus dicari solusi-nya adalah, bagaimana bikin korban berani lapor?" kata Sahroni dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (11/7/2023).

Baca Juga

Misalnya, kata dia, dengan mewujudkan penanganan hukum berbasis gender, serta memaksimalkan pemberdayaan Polwan dalam menangani kasus-kasus KDRT.

"Hingga yang paling penting, menghilangkan stigma bahwa lapor polisi itu justru cenderung tidak membantu korban," ujarnya.

Sahroni juga menyoroti tentang persepsi di masyarakat yang kerap menyalahkan atau tidak membela korban ketika melapor kasus KDRT ke polisi.

"Kita sering dengar korban yang lapor ke polisi malah disuruh memaafkan pelakunya, bahkan ada kasus pemerkosaan yang justru disuruh nikah sama pelaku. Atau juga pelapor yang ketika lapor justru dilecehkan secara verbal oleh penyidik ketika membuat laporan," imbuhnya.

Dia pun meminta jajaran polisi membenahi hal tersebut, sebab polisi seharusnya melindungi dan memastikan kesehatan mental korban KDRT.

"Hal-hal seperti ini jangan sampai terjadi lagi. Pak Kapolri dan jajarannya harus tegas. Tidak hanya edukasi, tapi beri hukuman oknum polisi yang masih melakukan hal-hal tersebut," ucapnya.

Terakhir, Sahroni meminta kepolisian untuk memaksimalkan direktorat perlindungan perempuan dan anak yang dibentuk pada masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.

Mulai dari, bantuan hukum, layanan rehabilitasi, hingga penanganan trauma yang sinergis bersama lembaga terkait lainnya.

"Di era Pak Sigit ini, telah dilakukan terobosan baru yakni ditingkatkan-nya status biro perlindungan perempuan dan anak menjadi direktorat. Nah, hal ini tidak boleh hanya jadi perubahan status saja, tapi harus benar-benar diimplementasikan melalui perlindungan hukum yang lebih menyeluruh terhadap korban," tutur Sahroni.

Sebelumnya, Senin (10/7), Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan jenis kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Kepolisian didominasi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

"Dari beberapa jenis kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Kepolisian, didominasi oleh kasus KDRT, perkosaan, percabulan, dan pornografi," katanya pada acara bertajuk "Pengalaman dan Tantangan UPPA Polri dalam Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan," di Jakarta, Senin (10/7).

Menurutnya, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani kepolisian dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan.

Namun, pihaknya menduga masih banyak kasus yang tidak dilaporkan karena berbagai alasan, seperti malu untuk melapor, peristiwa yang dialami korban masih dianggap sebagai aib, takut melapor karena pelaku adalah orang terdekat dan memiliki relasi kuasa yang tinggi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement