REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemetaan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik para pejabat. Sebab, lembaga antirasuah ini menemukan bahwa masih banyak instansi strategis yang LHKPN pegawainya tidak sesuai profil.
"Kami juga meyakini masih banyak sekali dari hasil pemetaan kami di LHKPN, sebetulnya, ya, banyak pejabat, penyelenggara negara itu yang LHKPN-nya tidak mencerminkan yang bersangkutan selaku ASN atau penyelenggara negara," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Jakarta, Sabtu (8/7/2023).
Alex mengatakan, pimpinan KPK juga sudah meminta jajarannya untuk lebih mendalami temuan itu. Terutama, ia menyebut, pendalaman terhadap laporan kekayaan para pejabat di instansi strategis. "Terutama para penyelenggara negara yang menduduki instansi-instansi strategis. Antara lain pajak, bea cukai, dan aparat penegak hukum, entah itu jaksa, polisi, dan hakim," ujar Alex.
Menurut Alex, beberapa instansi tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih. Sebab, para pejabat di instansi itu dinilai rawan menyalahgunakan kewenangannya.
Sebelumnya, KPK juga menilai, pengawasan internal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai lemah. Hal ini terbukti dari kasus eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono serta mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan pencucian uang.
Andhi Pramono terkait kasus gratifikasi dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga memanfaatkan jabatannya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Makassar untuk menjadi broker atau perantara bagi pengusaha di bidang ekspor impor sejak tahun 2012-2022.
Dalam kurun waktu tersebut, Andhi menerima uang mencapai Rp 28 miliar sebagai bentuk fee. Dia menerima duit gratifikasi itu melalui transfer ke rekening beberapa orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan yang bertindak sebagai nominee.
Dari total uang tersebut, Andhi diduga menyembunyikan sekaligus menyamarkannya dengan membeli sejumlah aset. Hal inilah yang menjerat dirinya atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, Andhi juga diduga menggunakan rekening ibu mertuanya untuk menerima gratifikasi. Uang tersebut kemudian dia pakai membeli berbagai keperluan keluarganya. Di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 ia membeli berlian senilai Rp 652 juta, polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan rumah di wilayah Pejaten, Jaksel seharga Rp 20 miliar.