REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai, buku berjudul Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi yang ditulis presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan kegelisahan dan keresahan yang bersangkutan terhadap situasi politik bangsa saat ini.
Ujang meyakini hal itu tergambar dari sejumlah hal yang disinggung Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut dalam bukunya. Mulai dari cawe-cawe Presiden Jokowi, informasi yang menyebutkan Jokowi hanya menghendaki dua pasangan calon presiden (capres) pada Pemilu 2024, hingga upaya menjegal capres tertentu serta penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk merealisasikan tujuan tersebut.
"Ini kegelisahan SBY melihat hal-hal yang mengarah pada tindakan-tindakan abuse of power ya, makanya SBY mengungkap kegelisahan itu dalam buku itu," ujar Ujang dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/6/2023).
Kegelisahan itu, kata Ujang, juga karena SBY melihat banyak persoalan kebangsaan maupun negara yang semrawut dan kacau balau saat ini. Sehingga, keadaan itu berpotensi mendegradasi demokrasi di Indonesia.
Karena itu, pendiri Partai Demokrat tersebut mengingatkan penguasa untuk menjaga netralitas sebagai pemimpin. Hal itu juga diterangkan SBY dengan mencontohkannya langkah-langkahnya saat menjadi presiden periode 2004-2014.
Selain itu, kata Ujang, dalam buku tersebut, SBY merespons langkah cawe-cawe Jokowi yang diklaim untuk kepentingan nasional. SBY berpendapat dalam bukunya di halaman tujuh, langkah RI-1 sebenarnya sah saja dilakukan oleh seorang pemimpin negara.
Namun, SBY mengingatkan, Jokowi berhati-hati terkait cawe-cawe-nya agar tidak menjadi bias dan dikaitkan dengan Pilpres 2024. Pasalnya, kepentingan nasional sangat berbeda dengan kepentingan politik sebuah partai politik atau pihak tertentu.
SBY juga menyinggung informasi yang menyebutkan Presiden Jokowi hanya menghendaki dua pasangan capres pada Pemilu 2024. SBY pun menilai sah-sah saja jika Jokowi melakukan kerja politik dalam mewujudkan keinginannya tersebut.
Namun, yang salah, kata SBY, jika Jokowi sebagai pemimpin negara melakukan abuse of power untuk merealisasikan tujuannya. "Saya melihat apa yang disampaikan SBY itu bagian daripada kritik dan bagian kegelisahan yang terjadi saat ini dimana kita sedang mengalami kemunduran dalam proses berdemokrasi," ujar Ujang.