REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pendiri Lingkaran Survei indonesia (LSI), Denny JA menuturkan, masyarakat Indonesia perlu merenungkan kembali pandangan Presiden pertama RI Soekarno terkait arah pembangunan negara. Ia menyitir kembali pandangan Bung Karno tentang "Setiap bangsa harus mempunyai jalan pembangunan sendiri. Jalan yang dipilih harus sesuai dengan karakter kesejarahan, kondisi geografis, keadaan sosial, ekonomi, dan politik negara itu.”
Menurut Denny JA, Indonesia diprediksi menjadi negara ekonomi keempat terbesar di dunia pada 2045. Namun, ia menilai Indonesia harus diarahkan untuk mencari model pembangunan yang membahagiakan warga negara. Artinya, pembangunan tidak hanya soal ekonomi, melainkan juga manusia. Denny JA mengatakan, walau tetap harus bertumpu dengan sejarah negara sendiri, namun referensi dunia luar dapat dijadikan perbandingan sebagai titik tolak.
"Pada titik inilah kita menjadikan negara Skandinavia, khususnya Finlandia, sebagai referensi untuk mengembangkan Negara Kesejahteraan Indonesia," ujar Denny JA dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Denny JA mendorong ada inisiatif untuk menemukan dan merumuskan model pembangunan ekonomi, politik, dan budaya ala Indonesia. Sebuah negara yang dibangun dengan sistem yang sesuai dengan kultur dan sejarah negara itu sendiri. "Namun kita tetap membutuhkan pembanding. Kita memerlukan data dan fakta yang terukur dengan tolok ukur negara lain untuk mengetahui seberapa maju atau mundur upaya itu," ujarnya.
Dia mengatakan, untuk membandingkannya dapat menggunakan World Happines Index yang dikembangkan PBB untuk mengukur kemajuan negara. Negara tak bisa dianggap maju hanya lewat kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Kemajuan negara juga tak hanya bisa diukur dari level kesehatan dan pendidikan masyarakat. Negara yang berhasil harus membuat penduduknya bahagia.
Menurutnya, data World Happiness Index di 2022 menempatkan Amerika Serikat sebagai wakil pembangunan kapitalistik hanya di ranking ke-19. Sementara, Cina sebagai wakil pembangunan Sosialistik/Komunisme hanya di ranking ke-82. Perancis yang ikut memulai sistem hibrida hanya di ranking ke-21. Jepang dengan sistem sempalan dari Asia hanya di ranking ke-55 dan Korea Selatan rangking ke-61.
Sementara, Indonesia yang akan maju dengan wacana Pancasilanomics jauh lebih merosot ke ranking 80. Yang tertinggi dari sisi World Happiness Index adalah negara-negara Skandinavia, yakni Finlandia, Denmark, Norwegia, dan Swedia. "Ini adalah pembangunan yang disebut Nordic Model. Negara itu menganut sistem Negara Kesejahteraan," ujarnya.
Dia mengungkapkan, Nordic Model memiliki enam ciri khusus. Pertama, Nordic Model adalah negara yang sangat besar membiayai Welfare Program. Yang dibiayai antara lain fasilitas untuk umum, mulai dari pendidikan, kesehatan, perumahan, tunjangan pengangguran, jaminan hari tua, pensiun, bahkan bantuan untuk bayi yang lahir, bantuan hiburan untuk para usia lanjut.
Kedua, pajak yang sangat tinggi untuk membiayai program welfare. Ketiga, kondisi ekonomi maju. Keempat, pemerintah di negara Skandinavia mempraktikkan Full-Democracy. Warga negara bebas memilih gaya hidupnya sendiri, sejauh tidak melakukan pemaksaan dan kekerasan soal gaya hidupnya kepada orang lain.
Kelima, hadirnya pemerintah yang bersih dari korupsi di Negara Nordic. Pada 2021, negara yang paling bersih korupsi urutan pertama hingga keempat adalah Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia.
Keenam, agama tak lagi dianggap penting di negara Skandinavia. Sebab, kurang dari 30 persen populasi di negara Skandinavia yang menganggap agama penting. Menurut Denny JA, poin pertama hingga kelima dapat dijadikan ciri yang perlu dicapai dalam model Negara Kesejahteraan Indonesia.
“Hanya satu saja yang perlu dimodifikasi agar sesuai dengan kesejarahan Indonesia. Itu adalah poin keenam yang berhubungan dengan peran agama di masyarakat,” ujarnya.