REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Oknum perangkat desa Banyusari, Kabupaten Bandung berinisial R yang diduga mengajak wanita berinisial SR berhubungan badan sebagai syarat mengurus KTP, KK, dan akta kelahiran terancam dipecat. Ancaman pemecatan ini jika tuduhan dari pelapor berinisial SR terbukti.
Seorang wanita berinisial SR melaporkan oknum perangkat desa berinisial R atas dugaan pungutan pengurusan dokumen kependudukan. Bahkan, R dituduh mengajak SR berhubungan badan sebagai syarat agar dokumen kependudukannya bisa diterbitkan.
Namun, saat ini, Kepala Desa Banyusari hanya memberikan sanksi surat peringatan (SP) 1 kepada R. Oknum perangkat desa tersebut tidak diperbolehkan berkegiatan di kantor desa dan di wilayah lingkungan Desa Banyusari.
"Pak Kades mengambil langkah memberi SP Saudara R supaya tidak ada kegiatan di desa maupun di lingkungan Desa Banyusari," kata Kepala Desa Banyusari Didin Dino, Kamis (22/6/2023).
Ia mengaku belum memberikan sanksi berat sebab dugaan pelecehan oleh R terhadap warga yang mengurus dokumen kependudukan belum terbukti. Namun, jika sudah terbukti benar maka akan dikenakan sanksi pemecatan.
"Kalau terbukti bersalah itu (pemecatan) langkah terakhir yang bisa kita pakai," kata dia.
Didin mengaku berupaya mendorong mediasi antara R dan SR. Namun, ia mengaku kesulitan bertemu dengan SR yang bukan warga Banyusari. "Dia hanya menumpang di keponakan," tegas dia.
Terkait dugaan pungutan liar untuk pengurusan dokumen kependudukan, ia menegaskan tidak terdapat pungutan sama sekali. Kegiatan pengurusan dokumen gratis. "Tidak ada pungli satu peser pun, semua digratiskan," ujar dia.
Sebelumnya, SR wanita yang diduga dimintai uang Rp 1 juta dan diajak untuk berhubungan badan oleh oknum perangkat Desa Banyusari, Katapang, Kabupaten Bandung mengaku sempat diancam oleh pelaku saat mengurus dokumen akta kelahiran, KTP dan KK. Bahkan, pelaku yang diketahui tinggal satu RT dengannya mengancamnya dan anaknya.