Senin 19 Jun 2023 23:45 WIB

Koalisi Sipil Ancam Adukan Pimpinan KPU Soal Penghapusan Laporan Sumbangan Kampanye

Bawaslu akan kesulitan dalam mengawasi dana kampanye.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua KPU RI Hasyim Asyari memberikan sambutan dalam acara Deklarasi Pemilu Ramah Hak Asasi Manusia (HAM) di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Ahad (11/6/2023). Komnas HAM bersama dengan penyelenggara pemilu serta partai politik melakukan deklarasi Pemilu  Ramah HAM sehingga diharapakan dapat mewujudkan pemilu 2024 yang Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU RI Hasyim Asyari memberikan sambutan dalam acara Deklarasi Pemilu Ramah Hak Asasi Manusia (HAM) di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Ahad (11/6/2023). Komnas HAM bersama dengan penyelenggara pemilu serta partai politik melakukan deklarasi Pemilu Ramah HAM sehingga diharapakan dapat mewujudkan pemilu 2024 yang Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 146 organisasi yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mengancam akan mengadukan pimpinan KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) apabila tetap menghapus kewajiban peserta pemilu menyampaikan laporan sumbangan dana kampanye. 

Perwakilan koalisi sipil ini, Valentina Sagala, mengatakan, pihaknya pada awal Juni telah menyampaikan tuntutan langsung kepada Komisioner KPU RI Idham Holik agar memuat ketentuan yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Hari ini, pihaknya mendesak Bawaslu RI untuk menerbitkan rekomendasi yang isinya meminta KPU RI memuat ketentuan tersebut. 

Baca Juga

Apabila tuntutan tersebut tak kunjung dikabulkan, kata dia, barulah pihaknya mengadukan pimpinan KPU RI ke DKPP. "Dalam hal lembaga penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti tuntutan di atas, kami akan mengambil upaya pelaporan/pengaduan ke DKPP," kata Valentina saat konferensi pers di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Senin (19/6/2023). 

Jika pengaduaan itu benar-benar dilakukan, maka hal itu akan menjadi ujian tersendiri bagi Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Sebab, DKPP sebelumnya telah menjatuhkan sanksi "peringatan keras terakhir" kepada Hasyim karena kedekatannya secara pribadi dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein alias Wanita Emas. 

Adapun persoalan laporan sumbangan kampanye ini bermula ketika KPU RI tidak memuat pasal yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan LPSDK dalam rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye. Komisi II DPR RI pada akhir Mei 2023 lalu menyetujui rancangan peraturan tersebut. Beleid itu akan segera diundangkan. 

Padahal, pasal yang mewajibkan LPSDK selalu ada dalam regulasi KPU pada setiap gelaran pemilu dan pilkada sejak tahun 2014. Ketika LPSDK resmi dihapuskan, maka semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan sumbangan kampanye kepada KPU segera setelah dana diterima selama masa kampanye. 

Peserta Pemilu 2024 hanya wajib menyampaikan dana sumbangan yang diterimanya dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). 

Penghapusan LPSDK ini tak hanya dikritik oleh Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas, tapi juga oleh partai politik. Bahkan, Bawaslu RI mengaku akan sedikit kesulitan mengawasi sumbangan dana kampanye. Untuk diketahui, peserta pemilu dilarang menerima sumbangan dari pihak asing dan terdapat batas maksimal dana donasi kampanye. 

Kendati panen kritikan, KPU nyatanya bergeming. Mereka akan tetap mengesahkan rancangan PKPU tentang Dana Kampanye tanpa memuat kewajiban LPSDK. “KPU tetap bertahan kepada konsep gagasan (penghapusan LPSDK) yang sudah dikonsultasikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di kantornya, Jakarta, Jumat (16/6/2023).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement