REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi terhadap sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Ia mengaku, bakal calon legislatif (caleg) dari partainya was-was sebelum adanya putusan tersebut.
Setelah putusan tersebut, PKB siap meneruskan strategi yang telah disusun dalam mencapai target 100 kursi di DPR. Ia menyampaikan tiga instruksi kepada para caleg yang akan berkontestasi pada 2024.
"Pertama, kepada seluruh calon-calon legislatif PKB, DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota untuk meneruskan seluruh kerja-kerja politik merebut hati dan suara rakyat yang akan dibawa pada proses pileg 14 Februari 2024," ujar Muhaimin di kantor DPP PKB, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Ia menambahkan, nomor urut caleg dalam kertas suara tak menunjukkan adanya perbedaan perlakuan. Nomor urut disebutnya sebagai alat mempermudah pemilih, tetapi kerja keras para caleg untuk menggaet suara rakyat merupakan yang terpenting.
"Semakin banyak didukung rakyat maka kader itu layak menjadi pimpinan-pimpinan di PKB dan menduduki jabatan-jabatan publik lainnya. Sehingga kepada seluruh caleg dengan berbagai nomor yang berbeda-beda hendaklah melihat keberhasilan merebut rakyat itu sebagai ukuran utama," ujar Muhaimin.
Instruksi kedua, PKB akan terus bekerja secara sistematis mendorong, memfasilitasi, dan mendukung infrastruktur politik bagi para caleg yang akan berkampanye. Partainya akan menghadirkan sistem pendukung lewat juru kampanye, atribut sistem informasi, dan data pemilih.
Terakhir, PKB mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyukseskan Pemilu 2024 secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Sehingga ia berharap masyarakat memiliki kemauan dan keseriusan untuk melakukan kontrol dan pengawasan secara langsung.
"Kepada seluruh jajaran pengurus dari tingkat pusat maupun sampai di tingkat desa, ranting PKB, saya instruksikan untuk mengawal dukungan rakyat dalam pengawasan, partisipasi, memfasilitasi, menyerap aspirasi, di dalam membawa dukungan masyarakat. Baik dalam pengawasan maupun partisipasi pemilu," ujar Wakil Ketua DPR itu.
MK memutuskan menolak gugatan terhadap sistem pemilihan umum (pemilu). Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu gagal menjadikan Pemilu sistem proporsional tertutup diberlakukan lagi.
Dalam pertimbangannya, MK menilai Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif. Sikap ini diambil MK setelah menimbang ketentuan-ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (14/6/2023).