Rabu 14 Jun 2023 20:01 WIB

MPR Minta Penanganan Kasus TPPO Mengedepankan Aspek Perlindungan Pekerja Migran

Ririe menyebut sindikat TPPO ada yang dibekingi oknum aparat.

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat memberikan pemaparan dalam diskusi secara daring.
Foto: dok pribadi
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat memberikan pemaparan dalam diskusi secara daring.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat (Ririe) meminta semua pihak mengedepankan aspek perlindungan pekerja migran dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ririe menyebut, sindikat TPPO yang dibekingi oknum aparat membuktikan kondisi saat ini tidak main-main.

Legislator dari Dapil II Jawa Tengah ini menyarankan perlu gerakan bersama untuk memberantasn TPPO di Indonesia. "Sindikat TPPO yang dibekingi oknum aparat keamanan ini merupakan kondisi yang tidak main-main. Perlu sebuah gerakan dan kepedulian semua pihak untuk mengatasinya. Bersyukur saat ini ada Satgas TPPO, peran semua pihak sangat diharapkan," kata Ririe dalam keterangan, Rabu (14/6/2023).

Baca Juga

Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menambahkan, TPPO bukan kriminalitas biasa. Menurutnya, TPPO merupakan kejahatan kemanusiaan. Terlebih, konstitusi Indonesia mengamanatkan negara untuk melindungi setiap warga negara, termasuk pekerja migran yang bekerja di sejumlah negara. Namun, saat ini masalah TPPO masih menjadi momok bagi Bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan jumlah calon pekerja migran yang menjadi korban TPPO terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI, Benny Rhamdani mengaku TPPO merupakan isu yang tidak berdiri sendiri. Ia menegaskan, pihaknya tidak hanya mengawasi penempatan dan perlindungan pekerja migran, tetapi juga berupaya melawan sejumlah kasus TPPO.

Menurut dia, pada 2017 Bank Dunia memerkirakan ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Namun, yang tercatat hanya 3,6 juta pekerja. Saat ini, BP2MI memiliki 4,721 juta data PMI by name by address sebagai data dasar dalam penanganan sejumlah kasus TPPO.

Benny mengaku tercatat lebih dari 100 ribu pekerja migran mengalami kendala dalam bekerja di luar negeri. Sebanyak 90 persen adalah perempuan. Kepala BP2MI mengakui praktik TPPO terkesan sulit untuk diatasi, karena kerap kali dibekingi oknum aparat kepolisian, TNI, kementerian/lembaga, kedutaan besar, dan oknum di BP2MI sendiri.

Menurut Benny, negara harus berani mengakui kegagalan dalam penanganan kasus-kasus TPPO selama ini, karena kejahatan kemanusiaan ini tidak pernah tuntas dan sudah berlangsung cukup lama. Benny sangat yakin bila para pemangku kebijakan memiliki komitmen yang kuat, pasti bangsa ini bisa mengatasi berbagai kasus TPPO yang terjadi saat ini.

Direktur Intelijen Keimigrasian, Kementerian Hukum dan HAM, Brigjen Pol RP Mulya mengaku perspektif keimigrasian terkait TPPO sebagai WNI/WNA yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan tanda keluar dari pejabat imigrasi dapat meninggalkan wilayah Indonesia. Menurut Mulya, imigrasi tidak membuat aturan atau mengatur ketenagakerjaan yang merupakan tanggung jawab kementerian dan lembaga terkait.

Meski begitu, ujar Mulya, pihaknya ikut serta mencermati dokumen perjalanan yang dipakai para calon pekerja migran Indonesia. Mulya mengaku, pada kurun 2017-2023, pihak imigrasi melakukan penundaan penerbitan 21.198 paspor dan mencegah keberangkatan 9.938 calon pekerja migran Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement