REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama PT PLN (Persero) meneken kesepakatan bersama untuk mengolah sampah di Jakarta menjadi bahan bakar jumputan padat (BBJP) di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (8/6/2023). Lewat kerja sama itu, persoalan sampah di Jakarta diharapkan bisa berkurang.
Pada saat bersaman, PLN mendapatkan kepastian pasokan biomassa untuk teknologi co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). BBJP adalah pengolahan sampah yang melalui proses treatment, pencacahan sehingga menjadi refuse derived fuel (RDF) yang digunakan sebagai pengganti sebagian batu bara di PLTU.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI, Heru Budi Hartono menjelaskan, Pemprov DKI memiliki target utama untuk mengurangi sampah di wilayahnya. Kerja sama dengan PLN menjadi gayung bersambut untuk Pemprov DKI menyelesaikan persoalan sampah yang menumpuk di Ibu Kota.
"Melalui kerja sama ini, Pemprov DKI dan PLN bersama-sama menuntaskan persoalan sampah. Dengan dukungan PLN, permasalahan sampah Jakarta yang terus menerus ada sedikit demi sedikit bisa kita selesaikan bersama," ujar Heru dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Heru menjelaskan, dalam melakukan pengelolaan sampah di Jakarta, Pemprov DKI juga dituntut untuk melakukan strategi yang efisien. Lewat kerja sama dengan PLN, sambung dia, Pemprov DKI mampu menekan biaya operasional pengelolaan sampah dan justru menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.
"Dalam penyelesaian sampah ini kita harus efisien dan mengurangi biaya. Dengan kerja sama ini mampu mengurangi beban biaya untuk proses pengolahan sampahnya," kata Heru.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, untuk bisa mengurangi emisi karbon, PLN melakukan substitusi batu bara di PLTU dengan biomassa atau disebut teknologi co-firing. Pemanfaatan sampah menjadi bahan baku co-firing, juga merupakan salah satu inisiatif strategis PLN untuk mengejar target bauran energi.
"Kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk membangun rantai pasok energi bersih. Apalagi BBJP ini berbasis sampah. Sehingga selain kami mendapatkan kepastian pasokan biomassa untuk PLTU, Pemprov DKI Jakarta juga bisa menyelesaikan persoalan sampah kota," ujar Darmawan.
Menurut Darmawan, dalam memproduksi satu ton BBJP maka diperlukan tigan ton sampah. PLN membutuhkan 1.000 ton BBJP sehari, sehingga Pemprov DKI bisa mengolah 3.000 ton sampah setiap harinya. Nantinya, biomassa yang berasal dari sampah ini digunakan untuk memasok kebutuhan di PLTU Lontar, Suralaya, Labuan, Pelabuhan Ratu, dan Indramayu.
Tak hanya mengurangi volume sampah yang tertimbun, sambung dia, lewat pengelolaan sampah jadi BBJP ini PLN dan Pemprov DKI bisa mengurangi emisi karbon. Pasalnya, sampah yang berada di tempat pembuangan sampah (TPS) mengeluarkan emisi tersendiri. Sedangkan ketika diubah menjadi biomassa co-firing, justru sampah berperan dalam mengurangi emisi karbon di PLTU.
"Nah, kita bandingkan 1 kwh listrik dari batu bara emisinya 1000 gram per kwh, kalau dari BBJP emisinya nol. Sebab ini merupakan teknologi daur ulang, andaikan tidak di daur ulangpun emisi sampah akan dilepas ke atmosfer. Jadi lebih baik kita jadikan biomassa yang bisa menekan emisi karbon di PLTU," jelas Darmawan.