REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis pangan semakin mengimpit pengungsi Rohingya. Suplai makanan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Terlebih pada Juni ini, PBB kembali memangkas anggaran pangan setelah 3 bulan sebelumnya dipangkas. Krisis pangan semakin diperparah dengan pengurangan anggaran khusus pangan untuk pengungsi di kamp-kamp Rohingya.
Lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa mengurangi anggaran pangan masyarakat Rohingya. Hal ini akibat dari inflasi bahan pangan global. Pembatasan pangan akan berdampak pada kesehatan masyarakat Rohingya. Lebih jauh, dampaknya terasa pada gangguan gizi dan tumbuh kembang khususnya anak-anak.
Melihat kondisi tersebut, Sinergi Foundation berinisiasi meyalurkan daging kurban untuk para pengungsi Rohingya. Terlebih lagi, para pengungsi yang diantaranya adalah muslim, diharapkan dapat turut merasakan perayaan Idul Kurban. Hal ini dapat membantu pemenuhan pangan di kamp-kamp pengungsian muslim Rohingya.
“Betul, Sinergi Foundation berikhtiar meluaskan kebermanfaatan salah satunya dalam program Green Kurban untuk masyarakat muslim Rohingya,” tutur CEO Sinergi Foundation, Asep Irawan dalama keterangannya yang diterima Republika.co.id, JUmat (9/6/2023).
Asep menjelaskan, Sinergi Foundation berikhtiar untuk merayakan euphoria kurban di pelosok Indonesia, Afrika, dan jalur Gaza.
“Kami berkomitmen untuk memaksimalkan pemerataan daging kurban. Tidak hanya Rohingya, kami juga turut salurkan ke 14 provinsi di Indonesia, Gaza, dan Afrika,” kata Asep.
Sebagai informasi, Green Kurban yang digelar Sinergi Foundation mempertahankan gaya hidup ecoliving, di antaranya menghindari penggunaan kantong plastik sekali pakai dalam distribusi daging kurban. Dalam setiap hewan kurban yang dikurbankan turut ditanam satu pohon sebagai ikhtiar hijaukan bumi.
“Kami berharap perayaan kurban tidak hanya membahagiakan penerima manfaat, tapi juga ikhtiar untuk mengantisipasi potensi sampah plastik dalam waktu yang bersamaan di berbagai wilayah,” ujarnya.