Selasa 06 Jun 2023 08:35 WIB

Bantah Luhut, Jaring Nusa: Ekspor Pasir Laut Lonceng Kehancuran Ekosistem

Frasa pengelolaan sedimentasi laut dinilai hanya akal-akalan penambangan pasir.

Pekerja mengumpulkan pasir yang disedot mengunakan mesin di Sungai Konaweha, Kecamatan Bondoala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (15/2/2023). Warga yang terdesak kebutuhan ekonomi terpaksa terus melakukan penambangan pasir meski mereka mengetahui dampaknya bisa mengakibatkan abrasi serta turunnya kualitas dan kuantitas air Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha. ANTARA FOTO/Jojon/tom.
Foto: Antara/Jojon
Pekerja mengumpulkan pasir yang disedot mengunakan mesin di Sungai Konaweha, Kecamatan Bondoala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (15/2/2023). Warga yang terdesak kebutuhan ekonomi terpaksa terus melakukan penambangan pasir meski mereka mengetahui dampaknya bisa mengakibatkan abrasi serta turunnya kualitas dan kuantitas air Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha. ANTARA FOTO/Jojon/tom.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR  -- Dinamisator Jaring Nusa, Asmar Exwar mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut harus dibatalkan, karena akan menjadi ancaman nyata bagi masyarakat dan ekosistem pesisir laut Indonesia. Pernyataan ini sekaligus menyangkal anggapan Menko Maritim Marves yang menilai eskpor pasir ini tidak merusak lingkungn. 

"Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2023 yang dikeluarkan Presiden Jokowi tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut," kata Asmar pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Makassar, Senin.

Baca Juga

Dia mengatakan, imbauan membatalkan PP tersebut karena bila dibiarkan, maka akan menjadi lonceng bagi kehancuran ekosistem pesisir dan laut yang kaya sumberdaya alam produktif seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, perikanan, kawasan konservasi serta pulau-pulau kecil yang memberikan jasa lingkungan tinggi.

Selain itu, PP 23 tahun 2023 juga akan menjadi ancaman nyata bagi ribuan desa di pesisir yang jumlahnya lebih 12.000 desa. PP 26 tahun 2023 dinilai mengkerdilkan aturan-aturan sebelumnya di era Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono untuk menangani dan menghentikan penambangan dan ekspor pasir laut yang merusak lingkungan secara masif dan kerugian ekonomi.

Pada 2002 Presiden Megawati mengeluarkan Inpres Nomor 2 tahun 2002 tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut. Kemudian disusul dengan keluarnya Keppres Nomor 33 tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan pasir laut.

Selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan pasir laut melalui keputusan bersama tiga kementerian.

Lima tahun kemudian, pada era Presiden SBY, pemerintah mengeluarkan peraturan larangan Ekspor Pasir, Tanah dan Top Soil (termasuk tanah pucuk atau humus). Dengan demikian seharusnya penambangan dan ekspor pasir laut sudah tidak ada lagi.

Walaupun demikian, dalam kurun waktu 1 dekade terakhir, lanjut Asmar, kegiatan penambangan pasir kembali marak karena dipicu oleh kebutuhan pembangunan infrastruktur khususnya reklamasi seperti yang terjadi di Jakarta, Makassar, Manado, Palu, serta wilayah lainnya di Indonesia.

Secara substansi, PP 26/2023 sangat jelas bahwa pemerintah mencoba melegalkan kembali penambangan pasir laut serta ekspor pasir laut atau material sedimentasi sesuai judul peraturan tersebut.

 

Frasa Pengelolaan sedimentasi laut sebenarnya adalah merupakan "Penambangan pasir laut" jika mencermati isi dari aturan tersebut. Pengambilan pasir laut atau sedimen yang dilakukan untuk mengambil material di dasar laut dengan dikeruk atau menggunakan kapal isap terbukti telah merusak ekosistem perairan, merusak wilayah fishing ground dan tempat ikan bertelur.

Penyebutan kalimat sedimentasi laut dapat diambil untuk memulihkan ekosistem dalam PP ini sebenarnya merupakan pemutarbalikan tujuan sebenarnya yakni pengambilan sedimen atau pasir laut untuk tujuan komersil.

Menggunakan kata pembersihan untuk makna pengambilan material dengan cara keruk ataupun hisap menggunakan kapal.

Sementara pada pasal 3 disebutkan bahwa pengelolaan hasil sedimentasi di laut dikecualikan pada wilayah izin usaha pertambangan, alur pelayaran dan zona inti kawasan konservasi kecuali untuk kepentingan pengelolaan kawasan konservasi.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement