REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Putusan ini memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat menjadi lima tahun.
Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua LBH PELITA UMAT Chandra Purna Irawan memandang komisioner KPK ditetapkan setelah melewati beberapa tahapan, termasuk melalui pemilihan dengan suara terbanyak di DPR. Nama-nama para komisioner terpilih tersebut kemudian segera dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan sebagai komisioner KPK.
"Dan selanjutnya kelima komisioner KPK tersebut akan dilantik oleh Presiden di Istana Negara," kata Chandra dalam keterangannya pada Ahad (4/6/2023).
Chandra mencermati mekanisme komisioner KPK yang terpilih ditetapkan dalam rapat paripurna. Jika pimpinan rapat di DPR menyatakan para komisioner KPK terpilih ditetapkan untuk masa jabatan 2019-2023, maka Chandra menilai para komisioner KPK tidak dapat secara otomatis masa jabatannya diperpanjang meski setelah ada putusan MK.
"Karena rapat paripurna DPR RI telah menetapkan secara definitif masa jabatannya. Kemudian setelah ditetapkan diusulkan atau disampaikan melalui surat kepada Presiden," ujar Chandra.
Chandra juga meminta komisioner KPK memperhatikan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pengangkatan Komisioner KPK adalah norma hukum yang bersifat konkret, individual dan sekali selesai. Keputusan yang bersifat individual dan konkret serta sekali selesai menurut Chandra merupakan keputusan yang berisi penetapan administratif.
"Maksudnya adalah dalam Surat Keputusan Presiden terdapat nama-nama komisioner dan masa jabatannya yaitu 2019-2023," ujar Chandra.
Oleh karena itu, Chandra menegaskan Komisioner KPK termasuk Firli Bahuri saat ini tidak dapat secara otomatis masa jabatannya diperpanjang.
"Tetapi mesti melalui Surat Keputusan Presiden untuk perpanjangan masa jabatannya setelah Presiden meminta pertimbangan dari DPR RI sebagai pihak pengusul apakah akan tetap atau dilanjutkan," ujar Chandra.
MK diketahui memutuskan menerima gugatan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024.
Hakim MK M Guntur Hamzah setuju, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU yaitu lima tahun.
Sebab, MK memandang pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif. Kondisi itulah yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki constitutional importance, yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan, dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK.