Sabtu 03 Jun 2023 06:25 WIB

Megawati Bingung Soal Papua, Pengamat: Presiden Mesti Berani Keluarkan Inpres Serbu KKB

Jika presiden tidak berani keluarkan Inpres, sebaiknya tentara di tarik dari Papua.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie (kiri)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer, Connie Rahakundini menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang darurat militer di Papua. Menurut dia, hal ini sebagai bentuk upaya untuk menyelesaikan konflik Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Bumi Cenderawasih.

Dia menyampaikan hal tersebut menanggapi pernyataan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri yang menyoroti permasalahan di Papua tak kunjung selesai hingga kini.

Baca Juga

Menurut Connie, inpres itu sepatutnya segera dikeluarkan untuk menghindari semakin banyaknya berjatuhan korban dari prajurit TNI-Polri. "Saya kasih waktu saja nih, Presiden keluarkan dalam seminggu ini untuk Inpres bahwa mereka (KKB) akan diserbu dengan tentara kekuatan penuh, darat, laut, udara. Benar-benar tempur penuh nih. Artinya, kita (kekuatan) full. Dan itu harus keluar Inpres supaya kita namanya itu darurat militer. Sehingga tidak bisa disalahkan oleh dunia internasional," kata Connie saat dihubungi Republika, Jumat (2/6/2023).

"Masa sih kita korbankan terus prajurit-prajurit kita, ibu (Megawati) kan bilang begitu," tambah dia menjelaskan.

Connie mengatakan, melalui Inpres darurat militer tersebut, maka TNI memiliki dasar hukum untuk melawan kelompok separatis di Papua. Sebab, jelas dia, darurat militer menunjukkan adanya ancaman terhadap kedaulatan negara.

"Jika sebuah negara menetapkan ada darurat militer, artinya negara dia sedang terancam. Artinya, negara kita sedang terancam disintegrasi kan atau lepas salah satu wilayah, maka berhak tentara diturunkan penuh," ujar dia.

Connie melanjutkan, jika Presiden tak segera mengeluarkan Inpres, maka sebaiknya seluruh prajurit TNI ditarik mundur dari Papua. Sehingga konflik di sana sepenuhnya ditangani oleh kepolisian.

"Tetapi kalau sekarang Inpres tidak ada, ini tanggapan saya ya, kalau Presiden dalam seminggu ini tidak mengeluarkan Inpres, tarik semua tentara mundur, polisi masuk. Sudah, tentara enggak usah, polisi saja yang ngurusin. Karena dengan diamnya Presiden selama ini sebagai panglima tertinggi di mata saya, artinya Presiden itu enggak setuju adanya darurat militer. Saya melihatnya demikian," tegas Connie.

Sebelumnya, Megawati menyoroti permasalahan KKB yang terjadi di Papua. Dia mengaku sedih sekaligus heran lantaran permasalahan tersebut hingga kini tak kunjung selesai.

"Rasanya saya sedih loh, ini boleh lah, kok urusan Papua saja menurut saya enggak selesai-selesai. Jadi saya sendiri terus bingung sendiri, terus saya sendiri mikir sendiri," kata Megawati saat peresmian Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bung Karno-369 di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (1/6/2023).

Megawati mengatakan, ia sangat memahami kondisi di Papua. Sebab, ia sempat menjabat sebagai Presiden Republika Indonesia. Namun, ia bingung mengapa sampai sekarang persoalan di Bumi Cenderawasih itu tidak juga menemukan jalan keluar.

"Karena saya bilang, saya pernah (jadi) presiden, saya tahu tahu banget bukannya tahu saja yang namanya. Kan dulu saya juga bisa punya Panglima, suka saya perintah. Jadi saya lihat, ini kenapa ya? Salahnya dimana ya?" ujar Ketua Umum PDIP itu.

Padahal, sambung Megawati, pasukan KKB tidak lebih banyak dari jumlah TNI. "Saya kan mikir ini (jumlah KKB) hanya segitu. Lah, kok, dipateni (dibunuh) dal, del, dal, del, matek," kata dia.

Megawati menyampaikan hal itu di depan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Muhammad Ali. Dia mengaku berani menyampaikan hal tersebut di depan para prajurit Angkatan Laut karena permasalahan ini harus terjawab.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement