REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sebanyak 46 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar telah ditangani dan dipulangkan ke Indonesia.
Berdasarkan keterangan dari pihak Imigrasi setempat, puluhan korban TPPO tersebut dikembalikan ke Tanah Air melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) pada Kamis (25/05).
"Imigrasi Soekarno-Hatta membantu proses keimigrasian kepulangan 46 WNI korban TPPO. Meski dalam kasus yang berbeda, keseluruhannya sudah dipulangkan," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soetta Muhammad Tito Andrianto di Tangerang, Banten, Jumat.
Ia menyebutkan pada pemulangan pertama terdapat 26 orang korban TPPO dipulangkan dari Myanmar melalui Don Mueang, Thailand, menggunakan pesawat Batik Air ID7630 yang tiba pada pukul 21.30 WIB.
"Ke 26 WNI ini merupakan korban TPPO yang berhasil diungkap oleh Satuan Tugas (Satgas) TPPO Thailand yang kemudian bekerja sama dengan Satgas TPPO Indonesia," katanya.
Kemudian, lanjutnya, terdapat 20 orang korban TPPO juga telah dipulangkan dari Myanmar melalui Manila, Filipina, menggunakan pesawat Cebu Pasific Airways dengan nomor penerbangan 5J759 yang tiba pada pukul 23.55 WIB. Dari ke 20 WNI ini merupakan korban TPPO yang terjebak pada situasi konflik di Myanmar.
"Mereka bahkan sempat disekap namun berhasil melarikan diri. Keseluruhannya kemudian diserahkan ke Bareskrim Polri untuk penanganan lebih lanjut," ujarnya.
Kendati demikian pihaknya akan terus mendukung dan berpartisipasi dalam proses pemulangan para WNI yang menjadi korban perdagangan orang tersebut. "Ini bentuk dukungan kami terhadap pemberantasan TPPO, yang tentunya membutuhkan sinergi antar-instansi," ungkap dia.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Ibnu Chuldun menambahkan bahwa dengan adanya kasus ini, pihaknya akan menginstruksikan level kanwil untuk meningkatkan pengawasan terhadap penerbitan paspor bagi para WNI.
"Tentu kami akan kembali tegaskan ke kantor-kantor Imigrasi agar semakin ketat dalam penerbitan paspor dan juga pengawasannya." tutur Ibnu.
Menurut dia, masih adanya kasus perdagangan orang ini karena masyarakat sering kali mudah terbuai janji penghasilan yang besar di luar negeri. Namun lupa untuk mengkonfirmasi kevalidan perusahaan perekrut.
"Kantor Imigrasi agar semakin gencar menginformasikan pada masyarakat agar lebih berhati-hati sebelum memutuskan bekerja ke luar negeri," ujarnya.