REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng) menangkap terduga pelaku tindak perdagangan orang (TPPO) yang beroperasi di wilayah Brebes. Tersangka adalah Suhartoyo (42 tahun), yang merupakan salah satu direktur di PT RAB.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio mengungkapkan, pengusutan kasus dugaan TPPO yang dilakukan Suhartoyo dan perusahaannya berawal dari laporan salah seorang korban pada Desember 2024. Korban tersebut adalah Abdurahman (32).
Pada 2023, Abdurahman, yang hendak bekerja di bidang pertanian di Jepang, menyetorkan uang muka sebesar Rp22,5 juta kepada perusahaan Suhartoyo. Seorang calon pekerja migran Indonesia (PMI) yang hendak diberangkatkan PT RAB harus membayar Rp 45 juta. Dalam kasus Abdurahman, meski sudah membayar panjar, hingga Desember 2024, tak ada kejelasan kapan dia bakal diberangkatkan. Dia kemudian memutuskan melaporkan kasus tersebut ke Polda Jateng.
"Korban ternyata bukan satu orang, tapi sepuluh orang yang tidak diberangkatkan ke luar negeri. Masing-masing korban telah menyerahkan uang sebanyak Rp22,5 juta," kata Kombes Pol Dwi Subagio ketika memberikan keterangan pers di Mapolda Jateng, Rabu (19/2/2025).
Menurut Dwi, ada pula korban yang tak menyetorkan uang muka, tapi memberikan jaminan berupa sertifikat rumah kepada PT RAB. Setelah menerima dana dari para korban, PT RAB memberikan mereka pelatihan dan dijanjikan akan diberangkatkan ke luar negeri.
Dwi mengungkapkan, setelah menerima laporan para korban, Ditreskrimum Polda Jateng mengutus tim ke PT RAB. "Kami datang ke lokasi ternyata kami menemukan sepuluh orang kembali dengan tujuan yang sama, akan diberangkatkan ke Jepang. Sehingga kami menemukan ada 20 orang yang dilakukan penipuan oleh tersangka saudara S ini," ucapnya.
Dwi menjelaskan, setelah dilakukan pemeriksaan, PT RAB ternyata tidak terdaftar sebagai sending organization (SO) atau lembaga resmi yang bertugas mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri. "Perusahaan ini juga tidak memiliki SIP3MI atau Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia," katanya.
Dia mengungkapkan, untuk menggaet para calon korbannya, Suhartoyo dan perusahaannya menyebarluaskan brosur di media sosial. "Gaji yang akan diterima (calon PMI) itu sebanyak Rp15 sampai Rp25 juta per bulan. Kemudian prosesnya juga cepat," kata Dwi ketika ditanya tentang apa yang diiming-imingi Suhartoyo kepada para calon korbannya.
"Kerugian dari 20 orang yang saat ini tidak berangkat (ke Jepang), uang total itu Rp450 juta, kemudian sertifikat rumah sebanyak tiga berkas," tambah Dwi.
Dwi mengatakan, Suhartoyo dijerat Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman paling ringan tiga tahun dan paling berat 15 tahun. "Tersangka juga dijerat dengan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar," ujarnya.
Selain itu, Suhartoyo juga dijerat Pasal 53 UU Perlindungan PMI serta Pasal 86 dan Pasal 378 KUHP. "Saat ini tersangka S sudah kami lakukan penahanan di Polda Jawa Tengah," kata Dwi.
Sementara itu Suhartoyo mengaku perusahaannya sudah beroperasi selama dua tahun. "Rekrut (para calon korban) dari lembaga pendidikan bahasa Jepang di LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) saya (dengan nama) Sandi Bina Terampil," katanya.
Dia menambahkan bahwa LPK-nya memiliki izin resmi. "Korban 20 (orang), ini baru pertama kali," ujar Suhartoyo.
Suhartoyo mengatakan, Jepang dipilih sebagai negara tujuan penempatan para calon korbannya karena dia bekerja sama dengan seorang terduga pelaku lain di Jakarta.
Kesaksian korban