Jumat 26 May 2023 13:13 WIB

Eks Ketua MK: Perpanjangan Masa Jabatan Firli Dkk Tinggal Tunggu Penetapan Presiden

DPR dinilai tidak bisa memanggil MK terkait putusan perpanjangan jabatan pimpinan KPK

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 Hamdan Zoelva.
Foto: Surya Dinata/RepublikaTV
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 Hamdan Zoelva.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan menerima gugatan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk diyakini dapat terus menjabat hingga tahun depan atau pada masa Pemilu 2024.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023). 

Baca Juga

Lalu, seperti apa suara para ketua dan hakim MK yang pernah menjabat pada periode sebelumnya?

Eks ketua sekaligus hakim MK Hamdan Zoelva menyampaikan putusan MK dapat langsung berlaku jika tak ada pencantuman kapan berlakunya di dalam amar. Sehingga, menurutnya, perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri dkk di KPK tinggal menunggu penetapan presiden berdasarkan putusan MK. 

"Kalau dalam putusan MK itu tidak ada menentukan kapan berlakunya, putusan itu langsung berlaku setelah pengucapan putusan. Tinggal masalah administratif saja nanti yang ditetapkan oleh presiden untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dengan merujuk putusan MK," kata Hamdan kepada Republika.co.id, Jumat (26/5/2023). 

Hamdan menegaskan, putusan MK bersifat final. Ia mengingatkan DPR RI tak bisa ikut campur, bahkan memanggil MK terkait produk hukum yang dihasilkan. Meskipun putusan MK bakal merevisi UU KPK yang dibuat di DPR RI, terutama di poin perpanjangan masa jabatan dan persyaratan pimpinan KPK. 

"Sebagai mantan ketua MK, saya tidak ingin menilai substansi putusan MK. Tapi, putusan MK itu final dan MK tidak dapat dipanggil oleh DPR karena putusannya," ujar Hamdan. 

Sementara, mantan ketua dan hakim MK Jimly Asshiddiqie mensinyalkan agar publik menghargai putusan MK walau dirasa pahit bagi upaya pemberantasan korupsi. Ia tak mau terlibat argumen soal substansi putusan MK. "Saya tidak mengikuti. Kita hormati saja," ujar Prof Jimly. 

Prinsip menyangkut penghormatan atas putusan MK juga dikemukakan oleh mantan hakim MK I Gede Dewa Palguna. Palguna menitikberatkan supaya publik tak perlu meragukan keabsahan putusan MK. "Pasal 47 UU MK menyatakan, putusan MK memiliki kekuatan hukum mengikat sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum," ujar Palguna. 

Walau demikian, Palguna memandang MK seharusnya tak ikut campur soal masa jabatan pimpinan lembaga. Menurut Palguna, hal itu merupakan ranah para pembentuk undang-undang. Oleh karana itu, secara substansi, Palguna berpendapat sama dengan Hakim MK

Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan tersebut. "Mestinya MK tidak memasuki wilayah itu (masa jabatan). Itu sepenuhnya wilayah pembentuk undang-undang. Saya setuju dengan para dissenter," ujar Palguna. 

MK diketahui memutuskan menerima gugatan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau pada masa Pemilu 2024.

Hakim MK M Guntur Hamzah setuju bahwa masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU, yaitu lima tahun. 

Sebab MK memandang pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif. Kondisi itulah yang bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki constitutional importance, yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan, dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement