Yaitu, lanjut Denny, soal syarat umur adalah open legal policy. Artinya, dibebaskan kepada politik hukum pembuat undang-undang untuk merumuskan dan menentukan norma hukumnya. Ia menilai soal yang kedua lebih problematik.
Masa jabatan pimpinan KPK berubah dari awalnya hanya empat tahun menjadi lima tahun. Artinya, jabatan pimpinan KPK sekarang, Firli Bahuri cs, yang kebanyakan berakhir Desember 2023 mendapatkan tambahan satu tahun.
"Alias mendapatkan gratifikasi perpanjangan masa jabatan melalui putusan ini. Putusan atas norma ini membelah MK dengan empat hakim memberikan dissenting opinion, yaitu Saldi Isra, Suhartoyo, Wahiduddin Adam, dan Enny Nurbaningsih," ujar Denny.
Ia berpendapat, secara hukum, norma masa jabatan pimpinan KPK berlaku sejak putusan MK dibacakan. Karena itu, masa jabatan beberapa pimpinan yang berakhir Desember 2023 kini berubah lima tahun dan berakhir Desember 2024.
Terkait dengan pemenangan Pilpres 2024, Denny menduga karena ada kasus-kasus di KPK yang perlu dikawal agar tidak menyasar kawan koalisi. Selain itu, ia mencurigai hal ini akan diatur agar dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024.
Menurut Denny, jika proses seleksi tetap harus dijalankan saat ini dan terjadi pimpinan KPK di Desember 2023 maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan dan memukul lawan itu berpotensi berantakan. "Terlebih jika pimpinan KPK yang terpilih tidak sejalan dengan grand design strategy pemenangan Pilpres 2024 tersebut," kata Denny.
Tentu, lanjut Denny, akan lebih aman jika pimpinan KPK yang sekarang diperpanjang hingga selesainya Pilpres di 2024. Karena itu, putusan MK yang mengubah masa jabatan sudah memenuhi kepentingan strategi pilpres.