Kamis 25 May 2023 01:48 WIB

Gubes Unbraw Prediksi Enam Hakim MK Tolak Perubahan Sistem Pemilu

Prediksi tersebut ia peroleh melalui analisis kecenderungan hakim dan aspek politik

Siswa memasukan surat suara kedalam kotak suara saat mengikuti pemilihan ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan sistematika Pemilihan Umum (Pemilu) di SMP Lazuardi Kamila, Solo, Jawa Tengah. Guru Besar Universitas Brawijaya Ali Safa'at memprediksi enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Siswa memasukan surat suara kedalam kotak suara saat mengikuti pemilihan ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan sistematika Pemilihan Umum (Pemilu) di SMP Lazuardi Kamila, Solo, Jawa Tengah. Guru Besar Universitas Brawijaya Ali Safa'at memprediksi enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Brawijaya Ali Safa'at memprediksi enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

"Kalau saya melihatnya, ya, posisinya 6-3, begitu. Untuk ditolak. Pastinya kapan? Nanti ketika sudah diputus," ujar Ali dalam webinar bertajuk 'Menerawang Putusan MK tentang Sistem Pemilu: Prediksi dan Implikasi", di platform Zoom Meeting, dipantau dari Jakarta, Rabu (24/5/2023).

Prediksi tersebut ia peroleh melalui analisis kecenderungan hakim dan aspek politik. Ali menganalisis kecenderungan para hakim melalui rekam jejak masing-masing hakim.

"Kecenderungan itu bisa saja berdasarkan track record (rekam jejak) sejarahnya atau berdasarkan pada pernyataan-pernyataannya," tutur Ali.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh Ali, sebanyak dua hakim konstitusi yang diusulkan lembaga presiden memiliki kecenderungan untuk menolak permohonan perubahan sistem pemilu.

"Biasanya bersatu dengan hakim dari Mahkamah Agung," ucapnya.

Ali menjelaskan bahwa hakim dari Mahkamah Agung cenderung lebih konservatif. Adapun yang ia maksud dengan konservatif adalah memiliki kecenderungan yang tidak berdampak besar pada perubahan sistem.

"Karena kalau ini (putusan hakim) menerima, mengabulkan (permohonan), itu kan dari sisi putusan itu mungkin melompat. Progresif. Perubahan yang besar dari sistem terbuka, kemudian tiba-tiba jadi tertutup," kata Ali.

Ia menerangkan putusan tersebut apabila dari sudut pandang konservatif merupakan ranah pembentuk undang-undang. "Itu sudah masuk judicial activism, seharusnya hakim berpedoman pada judicial restraint," ucapnya.

Ali menilai ada satu hakim dari usulan DPR RI yang akan menolak permohonan untuk mengubah sistem pemilu."Karena yang usulan DPR kan agak konservatif. Apalagi, sebentar lagi purnatugas. Tidak ada beban apa pun," kata Ali.

Terkait dengan tiga hakim lainnya, Ali menilai terdapat hakim dari DPR yang memiliki pandangan bahwa sistem pemilu seharusnya proporsional tertutup dan dapat memengaruhi satu hakim dari DPR lainnya.

"Seiring berjalannya waktu, dapat berpengaruh pada satu hakim yang diajukan presiden. Itu bisa menyatakan tertutup," ujar Ali.

Sebelumnya, sebanyak enam orang mengajukan gugatan Uji Materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke tertutup di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor Registrasi Perkara 114/PUU-XX/2022.

Keenam orang tersebut, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI) 2022.

Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup, di mana dengan sistem tertutup ini para pemilih hanya disajikan logo partai politik di surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif pada Pemilu 2024.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement