REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Kejaksaan (Komjak) menilai ada agenda terselubung yang digencarkan sejumlah pihak dari kalangan advokat atau pengacara, dalam upaya mendegradasi, serta melemahkan peran Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk menindak hukum para pelaku tindak pidana korupsi.
Ketua Komjak Barita Simanjuntak mengatakan, menjadi hak semua warga negara dalam penggunaan jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) atas pasal-pasal dan frasa bermasalah di semua Undang-undang (UU). Akan tetapi, terkait pengajuan uji materi yang mempertentangkan, apalagi mendesak penghapusan kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi, patut dicurigai sebagai ‘serangan’ balik para pembela koruptor.
“Komisi Kejaksaan (Komjak) melihat ada agenda yang harus diwaspadai di balik uji materi terhadap kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi oleh kejaksaan melalui gugatan ke MK,” kata Barita, Jumat (12/5/2023).
Sejumlah advokat mengajukan Judical review (uji materi) sejumlah pasal dan frasa terkait kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Mereka menginginkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.
Barita melihat uji materi ini sebagai perlawanan koruptor kakap. Mereka merasa gelisah terhadap peningkatan kemampuan kejaksaan yang mampu mengungkap perkara-perkara korupsi besar, yang melibatkan pejabat, swasta, korporasi besar.
Dari sepak terjang tim penyidikan korupsi Kejakgung saat ini, lebih mampu dalam upaya penindakan hukum terhadap koruptor. Dan lebih mampu dalam upaya pengembalian kerugian negara yang dicuri oleh para koruptor.
Komjak berharap, MK kembali menolak permohonan uji materi dalam upaya penghapusan pasal-pasal kewenangan penyidikan korupsi oleh kejaksaan. Dalam catatan Komjak, Barita mengatakan, sudah ada empat putusan MK yang menolak uji materi terkait pasal-pasal penyidikan korupsi oleh kejaksaan.