Kamis 11 May 2023 04:52 WIB

Dokter Koko Dorong Sistem Pendidikan Spesialis Murah

Peserta didik yang ikut pendidikan berbasis RS tidak perlu membayar biaya pendidikan.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah tenaga kesehatan, termasuk dokter saat menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023). Aksi damai tersebut salah satunya menolak RUU Kesehatan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah tenaga kesehatan, termasuk dokter saat menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023). Aksi damai tersebut salah satunya menolak RUU Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Dokter Muda Indonesia (JDMI), dr Koko Khomeini menjelaskan, setidaknya ada tiga klaster manfaat Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang menyasar para dokter muda. Klaster pertama terkait perlindungan hukum.

Selain pasal perlindungan yang sudah berlaku saat ini, menurut dia, RUU Kesehatan menambah pasal perlindungan baru. Hal itu untuk melindungi peserta didik atau dokter yang sedang internship dan yang sedang mengambil program spesialis.

"Pemerintah dan DPR mengusulkan pasal agar peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan," kata Koko kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/5/2023).

Koko juga mengusulkan, tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.

"Lalu ada usulan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, di mana dokter yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif," ujarnya.

Menurut Koko, klaster kedua terkait sistem pendidikan spesialis yang murah dan transparan melalui sistem berbasis rumah sakit. Peserta didik yang mengikuti pendidikan berbasis rumah sakit tidak perlu membayar biaya pendidikan karena akan dianggap sebagai dokter magang atau bekerja.

"Ini akan mempermudah para dokter muda mengambil program spesialis. Kebanyakan dokter memang bercita-cita menjadi dokter spesialis sebagai jenjang karier mereka. Jadi nantinya akan ada dua opsi, spesialis melalui universitas dan melalui rumah sakit, sehingga kesempatan para dokter untuk mengambil pendidikan lanjutan akan sangat luas,” kata Koko.

Klaster ketiga berkaitan penyederhanaan perizinan praktik karena cukup satu izin setiap lima tahun dari saat ini dua izin untuk lima tahun. Adapun izin yang dimaksud adalah surat tanda registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup, serta surat izin praktik (SIP) berlaku setiap lima tahun sekali.

"Fungsi kontrol terhadap kualitas dan kepastian kompetensi dokter secara berkala nantinya diusulkan melekat pada SIP. Sehingga dokter dukun atau tremor atau sakit dapat dicegah secara berkala melakui mekanisme ini. Sistemnya juga akan dibuat transparan untuk menghindari conflict of interest dan kolusi," kata Koko.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengemukakan seluruh aspirasi dari organisasi profesi kesehatan di Indonesia telah ditampung pemerintah dalam perumusan RUU Kesehatan. "Sebetulnya masukan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan profesi yang lain sudah ditampung melalui Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang sudah diserahkan kepada DPR," kata Syahril di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Syahril mengatakan, hal itu merespons aksi damai penolakan RUU Kesehatan yang digelar lima organisasi profesi kesehatan di Jakarta, yang diikuti ribuan orang. Dia mengatakan, RUU Kesehatan adalah hak inisiatif DPR yang sudah disampaikan kepada Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement