REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada Irjen Pol Teddy Minahasa. Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Teddy Minahasa dengan pidana mati.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara hukuman seumur hidup," kata ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Jon Sarman Saragih saat membacakan vonis untuk Teddy Minahasa, Selasa (9/5/2023).
Belum selesai membaca vonis, beberapa pengunjung langsung meluapkan kekecewaannya dengan bersorak, "Huuu..huuu..." kepada Jon Sarman Saragih. Sontak hal tersebut membuat Ruang Sidang Kusuma Atmaja riuh.
Meski disoraki, Jon Sarman Saragih bergeming dan tetap membacakan vonis untuk Teddy Minahasa sampai selesai. Menurut Jon Sarman Saragih, Teddy Minahasa terbukti secara sah dan meyakinkan menawarkan barang bukti narkotika untuk dijual yang melanggar Pasal 114 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan menawarkan untuk dijual," katanya.
Kasus ini terungkap berawal dari keterangan Dody berupa isi chat Whatsapp (WA) dengan Teddy Minahasa pada 14 Mei 2022, saat Polres Bukit Tinggi, Sumatra Barat, melakukan penangkapan terkait dengan adanya peredaran narkotika dan melakukan penyitaan terhadap barang bukti narkotika jenis sabu seberat 41,387 (empat puluh satu koma tiga ratus delapan puluh tujuh) kilogram. Sebagai Kapolres Bukit Tinggi Dody perlu melaporkan hasil pengungkapan tersebut kepada Teddy sebagai kapolda Sumatra Barat melalui aplikasi Whatsapp (WA) untuk meminta petunjuk mengenai waktu pelaksanaan press release penangkapan terkait pengungkapan peredaran narkotika jenis sabu.
"Bahwa laporan itu disampaikan Dody kepada Teddy Minahasa dilakukan pada tanggal 17 Mei 2022 WIB melalui pesan Whatsapp," katanya.
Setelah menyampaikan laporan itu, tepat pada 20 Mei 2022 pukul 23.41 WIB, Teddy mengirimkan pesan WA kepada Dody dengan kalimat, "Mainkan ya Mas", dan Dody menjawab, "Siap Jenderal?"
Selanjutnya, pada 15 Juni 2022, terdakwa beserta para pejabat utama (PJU) Polda Sumatra Barat tiba di Polres Bukit Tinggi dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemusnahan barang bukti narkotika. Lalu, setibanya di Polres Bukit Tinggi, seluruh rombongan tersebut langsung menuju ke ruang kerja Dody.
Kemudian saat sudah berada di ruang kerja Dody, Teddy secara pribadi menanyakan kepada Dody terkait bagaimana nantinya cara Dody menukar barang bukti narkotika jenis sabu tersebut, Dody menjawab bahwa barang bukti narkotika jenis sabu tersebut tidak ditukar pada saat dilaksanakannya prosesi pemusnahan, tetapi sebagian barang bukti narkotika jenis sabu seberat 5.000 (lima ribu) gram tersebut sudah ditukar dengan 5.000 (lima ribu) gram tawas pada 14 Juni 2022, lalu disimpan di ruang kerja Dody.
Kemudian pada 23 Juni 2022, Teddy mengirim pesan melalui aplikasi WA kepada saksi Linda alias Anita dengan mengatakan “Ini ada barang 5 kg, carikan lawan posisi barang ada di Riau,” lalu Linda bertanya kepada Teddy dengan mengatakan, “Barang bisa dibawa ke Jakarta tidak, ke Jakarta tidak?"
Selanjutnya terdakwa bilang kalau bisa cari pembeli yang posisinya ada di Riau. Namun, Linda menyampaikan kepada terdakwa bahwa dirinya tidak memiliki jaringan pembeli yang posisinya berada di Riau, kemudian Teddy mengatakan kepada Linda bahwa nantinya akan ada orang suruhan Teddy yang bernama saksi Dody yang akan menghubungi Linda.
Dari penjualan barang bukti narkotika jenis sabu ini, Teddy Minahasa telah menerima uang Rp 300 juta yang telah ditukar dengan mata uang asing 2.700 dolar Singapura.
Pada sidang di PN Jakarta Barat yang digelar Kamis (30/3/2023), JPU telah menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati. Menurut jaksa Wahyudi yang membacakan tuntutan, setidaknya ada delapan perbuatan yang memberatkan Teddy Minahasa dalam perkara penjualan barang bukti narkotika jenis sabu di Polres Bukittinggi, Sumatra Barat.