Senin 08 May 2023 19:51 WIB

Peraturan KPU Bisa Kurangi Caleg Perempuan, Koalisi Sipil Ancam Gugat ke MA

Koalisi masyarakat sipil meminta KPU segera merevisi Pasal 9 PKPU 10/2023.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Dukungan untuk caleg perempuan. PKPU 10/2023 dinilai koalisi masyarakat sipil bisa kurangi kuota caleg perempuan. (ilustrasi)
Foto: www.antaranews.com
Dukungan untuk caleg perempuan. PKPU 10/2023 dinilai koalisi masyarakat sipil bisa kurangi kuota caleg perempuan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengancam bakal menggugat Peraturan KPU Nomor 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota ke Mahkamah Agung (MA). Sebab, beleid itu memuat pasal yang berpotensi mengurangi jumlah calon anggota legislatif (caleg) perempuan pada Pemilu 2024. 

Perwakilan koalisi, Valentina Sagala, menyatakan awalnya menyatakan bahwa pihaknya menuntut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk segera merevisi Pasal 8 PKPU 10/2023. Rekomendasi harus diterbitkan dalam kurun waktu 2 x 24 jam. 

Baca Juga

"Jika dalam waktu 2 x 24 jam Bawaslu tidak menerbitkan Rekomendasi kepada KPU, maka Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk menuntut pemulihan hak politik perempuan berkompetisi pada Pemilu 2024 dengan melaporkan ke DKPP dan juga melakukan uji materi ke Mahkamah Agung," kata Valentina saat konferensi pers di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Senin (8/5/2023). 

Pernyataan sikap koalisi itu disampaikan usai sejumlah perwakilan mereka menemui pimpinan Bawaslu RI pada Senin siang. Koalisi ini terdiri atas 23 organisasi. Beberapa di antaranya adalah Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia, Perludem, Puskapol UI, Institut Perempuan, dan Jala PRT. 

Koalisi sipil ini menuntut PKPU 10/2023 direvisi karena Pasal 8 dalam beleid tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Pemilu. Pasal 8 itu berkaitan dengan kewajiban partai politik mengajukan bakal caleg perempuan minimal 30 persen di setiap daerah pemilihan (dapil). 

Problemnya, Pasal 8 Ayat 2 menyatakan bahwa hasil penghitung kuota 30 persen dibulatkan ke bawah apabila berupa pecahan dengan dua angka di belakang koma tak mencapai 50. Ketentuan ini berbeda dengan regulasi Pemilu 2019 yang menggunakan pendekatan pembulatan ke atas berapa pun angka di belakang koma. 

Sebagai perumpamaan, di sebuah dapil terdapat 4 kursi anggota dewan dan partai politik mengajukan empat bakal caleg. Dengan ketentuan kuota 30 persen, berarti partai politik harus mengajukan 1,2 orang caleg perempuan. 

Lantaran ada ketentuan pembulatan ke bawah, partai akhirnya hanya wajib mendaftarkan 1 caleg perempuan. Padahal 1 caleg perempuan dari 4 nama caleg presentasenya baru 25 persen, bukan 30 persen. 

Dosen hukum pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan, ketentuan pembuluh ke bawah ini akan membuat keterwakilan perempuan tak mencapai 30 persen di dapil dengan jumlah kursi 4, 7, 8, dan 11. Berdasarkan simulasi yang dilakukan koalisi, ketentuan pembulatan ke bawah ini akan berdampak terhadap 38 dapil DPR RI. Untuk diketahui, total dapil DPR RI adalah 84 dapil. 

Salah satu yang terdampak adalah Dapil DKI Jakarta 2. Terdapat 7 kursi DPR RI di dapil ini. Dengan perhitungan murni 30 persen, berarti partai harus mengajukan 2,1 caleg perempuan. Lantaran ada ketentuan pembulatan ke bawah, maka partai hanya perlu mendaftarkan 2 caleg. Dua caleg perempuan dari 7 caleg berarti keterwakilan perempuannya baru 28,6 persen. 

Titi mengatakan, dengan 38 dapil terdampak, artinya jumlah caleg perempuan akan berkurang 38 orang. Itu baru perhitungan caleg dari satu partai. Jika dikalikan dengan 18 partai politik peserta Pemilu 2024, maka caleg perempuan akan berkurang 684 orang. 

"Pengurangan jumlah caleg perempuan tersebut sangat besar dan itu baru sebatas caleg DPR RI. Pengurangan caleg perempuan akan lebih besar lagi pada caleg DPRD provinsi karena jumlah dapilnya ratusan dan DPRD kabupaten/kota yang jumlah dapilnya ribuan," kata Titi. 

Sebelumnya, Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, ketentuan pembulatan ke bawah itu merupakan standar dan kaidah matematika. "Bukan kami yang membuat norma dan standar baru dalam matematika," kata Idham berkilah, pekan lalu. 

Lebih lanjut, Idham menyebut ketentuan tersebut dimuat dalam PKPU 10/2023 setelah dikonsultasikan dengan DPR dan telah melalui uji publik maupun focus group discussion. Ketika ditanya soal adanya desakan merevisi PKPU tersebut, Idham secara tersirat enggan melakukannya karena tahapan pendaftaran sudah berjalan. 

"Saat ini sedang berlangsung pengajuan daftar caleg hingga 14 Mei 2023," kata Idham menjawab pertanyaan tersebut. 

Terkait potensi tak sampai 30 persen caleg perempuan di suatu dapil, Idham menyebut pihaknya sudah berkomunikasi dengan partai politik. Dia menyebut, partai politik punya komitmen untuk memperbanyak caleg perempuan. 

"Pada dasarnya partai politik karena affirmative action bukanlah hal baru, mereka juga punya semangat untuk mendorong caleg-caleg perempuan lebih banyak lagi," ujarnya.

photo
Tiga Parpol Berpeluang Menang di Pemilu 2024 - (infografis Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement