REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berhasil memberikan dividen kepada negara sebesar Rp 80,2 triliun pada 2022. Hal ini menjadi dividen terbesar sepanjang sejarah yang yang diberikan kepada negara.
Sementara jumlah Laba bersih konsolidasi BUMN diprediksi mencapai Rp 303,7 triliun pada 2022, terdapat kemungkinan peningkatan laba yang sangat signifikan sebesar Rp 179 triliun. Menteri Erick Thohir juga memperkirakan peningkatan aset dari Rp 8.978 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp 9.867 triliun (unaudited) pada tahun 2022.
Ia mengungkapkan harmonisasi menjadi salah satu dasar yang penting dalam transformasi BUMN.
"Nilai inti atau Core Value BUMN kan AKHLAK, dimana salah satu kuncinya adalah Harmoni. Tidak mungkin kita membuat transformasi perubahan tanpa ada kedamaian," ujarnya.
Associate Director BUMN Research Group LM (Lembaga Management) Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan terdapat pengaruh eksternal yang mendorong peningkatan kinerja BUMN sepanjang 2022.
"Kontribusi besar dividen 2022 disumbangkan oleh BUMN bluechips seperti himpunan bank negara (Himbara) yang memperoleh profit besar karena kontribusi pendapatan bunga yang besar," ujar Toto saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Toto menilai Net Interest Margin (NIM) besar ini mempunyai arti adanya beban ke dibitur yang menjadi jadi mahal dan menyebabkan high cost economy. Toto mencontohkan kontributor besar lain ialah holding MIND ID yang mendapatkan durian runtuh karena harga komoditi melonjak tajam akibat situasi global yang tidak menentu, terutama setelah perang Rusia-Ukraina.
Hal serupa didapat holding perkebunan nusantara atau PTPN yang juga mendapat dampak positif akibat gonjang-ganjing geopolitik.
"Jadi saya melihat profit besar konsolidasi BUMN 2022 yang jadi dividen 2023 sebagian terjadi karena pengaruh faktor eksternal," lanjut Toto.
Toto meyakini BUMN punya potensi untuk lebih banyak memberikan kontribusi kepada negara. Pasalnya, lanjut Toto, sebagian BUMN lainnya yang biasa menjadi kontributor besar dividen seperti KAI atau Angkasa Pura I dan II masih belum terlalu pulih kinerjanya karena efek pandemi yang menghantam sektor transportasi.
"Tantangan ke depan bagi BUMN akan lebih berat. Dampak perubahan eksternal akibat perubahan geopolitik, disrupsi teknologi, dan faktor lain akan membuat peta persaingan makin tajam," ucap Toto.
Toto menilai hanya korporasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan yang bisa bertahan. Bagi Toto, BUMN tak lagi bisa hanya mengandalkan eksploitasi comparative advantage, namun harus lebih bisa mengoptimalkan competitive advantage-nya.
"Artinya proses seperti hilirisasi industri menjadi kata kunci daya saing BUMN ke depan. Tentu harus dilengkapi dengan komposisi bright talent yang makin merata di BUMN," kata Toto menambahkan.