Sabtu 29 Apr 2023 12:45 WIB

Tanaman Cabai Sering Gagal Panen Akibat Lalat, ITB Kembangkan Varietas Cabai

Tusukan lalat buah membawa telur berkembang menjadi larva dan gerogoti daging buah.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Sampel lalat buah yang sudah mati diperlihatkan saat edukasi penyakit tanaman.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sampel lalat buah yang sudah mati diperlihatkan saat edukasi penyakit tanaman.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Melihat banyaknya gagal panen pada tanaman cabai yang disebabkan oleh lalat buah, membuat peneliti ITB tergerak melakukan penelitian. Tim peneliti dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB dipimpin Prof Dr Tati Suryati Syamsudin bekerja sama dengan tim peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) yang dipimpin oleh Dr Rinda Kirana, berhasil meraih Hak Perlindungan Varietas Tanaman dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk varietas cabai bernama ITB 1.

Prof Tati mengatakan, mengapa varietas cabai ini dikembangkan. Latar belakangnya karena banyak kegagalan panen pada tanaman cabai yang bermula disebabkan oleh lalat buah. Tusukan lalat buah membawa telur-telur yang berkembang menjadi larva dan menggerogoti daging buah cabai. 

Bekas tusukan ini juga, menurut Prof Tati, menjadi gerbang masuknya spora jamur dan bakteri. Tak hanya pada cabai, dalam beberapa kasus, kegiatan ekspor buah-buahan tropis terhambat karena adanya lalat buah pada buah yang akan diekspor.

Teknologi seperti atraktan penarik lalat jantan hingga radiasi untuk memandulkan lalat jantan telah dikembangkan di berbagai negara salah satunya Jepang. Namun teknologi ini belum optimal untuk diterapkan pada petani Indonesia.

“Ternyata ga bisa langsung cari yang tahan, artinya harus cari teknologi juga budidayanya,” ujar Prof Tati, Sabtu (29/4/2023).

Sejak 2017, kata dia, Tim Peneliti ITB bekerja sama dengan Balitsa melakukan riset terhadap 14 karakter dari 50 varietas cabai. Melalui penelitian yang panjang, pada tahun 2019 ditemukan suatu varietas cabai baru yang dapat menjadi solusi untuk serangan lalat buah.

“Kami dapat justru varietas yang peka terhadap serangan, ini yang digunakan untuk menahan,” kata Prof Tati.

Varietas tersebut, kata dia, diberi nama ITB 1 ini memiliki peran sebagai pagar pelindung yang mengelilingi varietas utama yang dibudidayakan. Prof Tati menjelaskan, pemberian nama ITB 1 merupakan kebanggan ITB untuk pertama kalinya memperoleh Hak Perlindungan Varietas Tanaman.

“Kekhasan cabai peka lalat buah yaitu mengandung osimen yang tinggi, tapi ini juga kan di lapangan masih harus dibuktikan juga,” kata Prof Tati.

Osimen merupakan substansi kimia yang diduga dapat berperan menjadi penarik lalat buah betina. Penempatan tanaman peka ditepi tanaman cabai yang ingin dilindungi menjadi alternatif lain karena cabai peka dapat dipanen saat masih hijau dan masih memiliki nilai ekonomi. Pengembangan varietas ITB 1 diharapkan dapat bermanfaat dan dapat diterapkan lebih optimal oleh petani cabai di Indonesia.

Setelah melewati serangkaian Uji BUSS (Baru, Unik, Seragam, Stabil), ITB secara resmi mendapatkan sertifikat Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Proses uji ini melibatkan pakar dan ahli pemulia tanaman yang diselenggarakan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Varietas ITB 1 saat ini belum bisa dikomersilkan. Perlu dilakukan serangkaian uji multilokasi untuk mengetahui kestabilan dan keseragaman pertumbuhan varietas ITB 1 di berbagai lokasi yang berbeda. Prof Tati berharap tahun ini dapat segera dilakukan uji multilokasi pada varietas ITB 1. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement