Kamis 20 Apr 2023 18:07 WIB

Senator Fahira Idris: Utamakan Toleransi Rayakan Perbedaan Lebaran

Saling menghargai dan memahami perbedaan adalah cara kita merawat persaudaraan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota DPD Fahira Idris.
Foto: DPD
Anggota DPD Fahira Idris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah/2023 Masehi berpotensi berbeda. Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat (21/4/2023). Sementara pemerintah melalui Kementerian Agama baru akan menggelar sidang Isbat penentuan Hari Raya Idul Fitri 2023 pada Kamis (20/4/2023) atau bertepatan dengan 29 Ramadan 1444 H.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris menilai, adanya potensi perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri 2023 perlu disikapi dengan dewasa. Dia pun mengajak publik merespon perbedaan tersebut dengan bijaksana.

"Ini kan bukan kali pertama ada perbedaan penetapan Idul Fitri dan selama ini, semuanya baik-baik saja, tidak ada persoalan. Ini karena kita umat Islam saling memahami dan mengedepankan toleransi," kata Fahira dalam keterangannya di Jakarta pada Kamis (20/4/2023).

Fahira berharap, perbedaan itu tak membuat sesama umat Muslim saling bermusuhan. Malahan, sambung dia, momen tersebut menjadi ajang mempererat hubungan, misalnya saling bersilaturahim. "Jika pun tahun ini penetapan Hari Raya Idul Fitri berbeda, ukhuwah kita akan semakin kuat terjaga," ucap senator asal Jakarta tersebut.

Fahira menyampaikan, wujud toleransi salah satunya berbentuk memberikan ruang  bagi kaum Muslim yang waktu Lebarannya kemungkinan berbeda dengan pemerintah, seperti Muhammadiyah. Dia mengajak semua pihak, terutama kepala daerah memberikan izin penggunaan fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk kegiatan sholat Idul Fitri.

"Inilah wujud nyata dari pelaksanaan konstitusi. Saling menghargai dan memahami perbedaan ini adalah cara kita merawat persaudaraan untuk Indonesia yang rukun," ujar Fahira.

Oleh karena itu, Fahira mengingatkan, masyarakat perlu mengontrol diri, terutama menjaga lisan dalam memandang perbedaan tersebut. Ia tak ingin perbedaan tersebut disikapi dengan permusuhan. "Sedapat mungkin yang keluar dari lisan kita adalah pernyataan yang menyejukkan," ucap Fahira.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement