Rabu 19 Apr 2023 17:50 WIB

KPK Sebut Ada Pihak Halangi Penyidikan Walkot Bandung Yana Mulyana, Siapa?

Pihak yang dimaksud merekomendasikan barang bukti kasus Yana Mulyana dilenyapkan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki ruangan untuk melakukan penggeledahan di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/4/2023). Dalam penggeledahan tersebut petugas KPK membawa barang bukti dalam tiga buah koper dari berbagai ruangan di Balai Kota Bandung. Hal tersebut merupakan perkembangan dan pendalaman pascapenangkapan Wali Kota Bandung Yana Mulyana beserta beberapa pihak lainnya atas kasus dugaan suap pengadaan CCTV dan jaringan internet untuk proyek Bandung Smart City.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki ruangan untuk melakukan penggeledahan di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/4/2023). Dalam penggeledahan tersebut petugas KPK membawa barang bukti dalam tiga buah koper dari berbagai ruangan di Balai Kota Bandung. Hal tersebut merupakan perkembangan dan pendalaman pascapenangkapan Wali Kota Bandung Yana Mulyana beserta beberapa pihak lainnya atas kasus dugaan suap pengadaan CCTV dan jaringan internet untuk proyek Bandung Smart City.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan munculnya upaya penghalangan penyidikan dari kasus korupsi yang melibatkan Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Peristiwa tersebut terjadi ketika penyidik KPK melakukan penggeledahan di beberapa lokasi menyangkut perkara ini.

KPK menuntaskan penggeledahan di beberapa lokasi menyangkut kasus suap pengadaan Bandung Smart City yaitu Balai Kota Bandung, Kantor Dishub Kota Bandung dan Kantor PT SMA. Dari penggledahan itu, KPK mendapati dokumen dan alat elektronik yang diduga berhubungan dengan kasus suap itu.

Baca Juga

"Saat proses penggeledahan yang dilakukan Tim Penyidik KPK beberapa hari lalu, diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang diduga akan menghalangi proses penyidikan," kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (19/4/2023).

Ali menjelaskan pihak yang dimaksudnya merekomendasi agar barang bukti dalam perkara korupsi ini dilenyapkan. Ia menjamin KPK menolak tegas saran itu. "Upaya menghalangi tersebut antara lain dengan memberikan saran agar menghilangkan beberapa bukti yang dicari tim penyidik," ujar Ali.

KPK juga tak tinggal diam atas tindakan tersebut. KPK lantas mengingatkan kepada para pihak itu bisa mendekam di jeruji besi karena menghalangi penyidikan kasus korupsi.

"Kami ingatkan adanya ketentuan pasal 21 Undang-Undang Tipikor berkenaan tindakan menghalangi proses penyidikan dimaksud dan kami pun dapat tegas menerapkannya," ujar Ali.

Selain itu, KPK mengajak publik tak ragu melapor kalau memiliki informasi terkait perkara ini. Masyarakat bisa berperan aktif membantu KPK membongkar perkara ini. "KPK mengharapkan dukungan masyarakat untuk turut bersama-sama mengawal proses penyidikan perkara ini dengan menyampaikan seluruh informasi," tegas Ali.

Perkara ini menjerat Yana Mulyana, Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Dadang Darmawan, Sekretaris Dinas Perhubungan Pemkot Bandung Khairul Rijal, Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) Benny, Manager PT SMA Andreas Guntoro, dan CEO PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) Sony Setiadi.

Rangkaian kasus ini berawal saat Pemkot Bandung pada 2018 mencanangkan Bandung sebagai kota cerdas melalui program Bandung Smart City. Saat Yana dilantik menjadi Wali Kota Bandung pada 2022, Bandung Smart City masih terus memaksimalkan layanan CCTV dan jasa internet (internet service provider/ISP).

Atas perbuatan memberi suap, tersangka Benny, Sony dan Andreas melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Yana, Dadang, dan Khairul sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement