REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebuah lembaga pemantau pemilu yang terakreditasi resmi di Bawaslu RI, menemukan bahwa mayoritas warga merasa terganggu dengan alat peraga kampanye colongan yang dipasang politikus di ruang publik. Temuan ini merupakan hasil survei JPPR terhadap warga di sekitar 143 titik yang ditemukan alat peraga kampanye sebelum jadwal kampanye resmi itu.
Manajer Pemantauan Sekretariat Nasional JPPR, Aji Pangestu mengatakan, dari 119 warga yang dijadikan responden, sebanyak 65,6 persen menganggap ratusan alat peraga itu merupakan kampanye colongan.
"Sebanyak 56,9 persen berpersepsi bahwa hal ini mengganggu kenyamanan," kata Aji dalam keterangannya, Selasa (18/4/2023).
Dari ratusan responden itu, sebanyak 20,7 persen di antaranya ingin alat-alat peraga tersebut diturunkan. Kendati begitu, sebanyak 58,6 persen meminta agar alat peraga tersebut ditertibkan dengan cara dipindah ke tempat semestinya.
Pasalnya, kata Aji, 143 alat peraga yang tersebar di 16 provinsi itu terpampang di perempatan lampu merah, pinggir jalan raya, pohon, tiang jalan, lampu lalu lintas, pagar taman kota, jembatan, taman pembatas jalan, taman kota, dan jalan protokol. Bahkan, ada alat peraga yang dipasang di pagar sekolah dan rumah ibadah.
Aji menjelaskan, ratusan alat peraga itu melanggar ketentuan masa sosialisasi partai politik sebelum masa kampanye. Sebab, mengandung unsur kampanye seperti nomor urut dan logo partai.
Alat peraga itu, kata dia, jelas melanggar Pasal 25 Ayat 3 Huruf b Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018. Pasal itu berbunyi, “Pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik partai politik dengan menggunakan metode pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum”.
Masalahnya, kata Aji, Bawaslu RI tidak menindak partai politik yang terang-terangan memasang alat peraga kampanye sebelum masa kampanye dimulai itu. Bawaslu malah membuat pernyataan yang seolah-olah memperbolehkan partai politik memasang alat peraga kampanye pada masa sosialisasi.
"JPPR mempertanyakan kinerja Bawaslu RI dalam mendorong jajarannya untuk menegakkan ketentuan peraturan. JPPR menangkap kesan ketidaktegasan Bawaslu dalam pernyataan-pernyataannya yang justru menimbulkan kesan tidak adanya larangan pemasangan alat peraga partai politik sebelum dimulainya masa kampanye," ujarnya.
Karena itu, kata Aji, JPPR meminta Bawaslu RI untuk menjalankan tugasnya dengan cara menindak partai politik yang memasa alat peraga kampanye di masa sosialisasi. JPPR juga mendorong Bawaslu RI bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menertibkan alat peraga yang melanggar ketentuan itu.
JPPR turut mendorong Bawaslu menjatuhkan sanksi administratif kepada partai politik yang memasang alat peraga itu. Sanksi juga harus diberikan kepada partai politik meski alat peraga itu dipasang oleh bakal calon yang hendak diusung saat Pemilu 2024.