REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) mengkritisi viralnya hubungan intim yang dilakukan AG (15 tahun) dalam sidang vonis kasus penganiayaan terhadap DO (17 tahun). Aliansi PKTA melaporkan 11 media massa karena diduga melanggar prinsip perlindungan anak dalam UU SPPA dan etika jurnalistik.
"Kami laporkan berdasarkan hasil pemantauan berita yang kami temui," kata perwakilan Aliansi PKTA, Genoveva Alicia kepada Republika.co.id, Jumat (14/4/2023).
Aliansi PKTA menyampaikan surat yang dikirimkan tersebut belum mendapat respons dari ke-11 media. Aliansi PKTA mendapat informasi bahwa surat itu masih didalami oleh ke-11 media. "Dari konfirmasi kami, suratnya masih diproses jadi belum ada tanggapan," ujar Genoveva.
Selain mengirim surat aduan langsung ke media massa, Aliansi PKTA mengajukan pengaduan ke Dewan Pers. Aliansi mendesak Dewan Pers mengambil sikap atas pemberitaan yang dinilai melanggar prinsip perlindungan anak.
Hakim memang mengungkap kronologi riwayat seksual AG saat sidang pembacaan putusan. Aliansi memandang hal tersebut seharusnya dapat dilihat sebagai kekerasan seksual.
"Kami menyerukan agar Dewan Pers segera mengambil langkah terhadap media yang secara terang-terangan melakukan stigma terhadap riwayat seksual anak, yang seharusnya bisa dilihat sebagai dugaan terjadinya kekerasan," ujar Genoveva.
Dalam konteks jurnalistik, pemberitaan yang menyebutkan secara langsung identitas anak dan tidak dengan itikad baik merahasiakan identitas ini melanggar Peraturan Dewan PERS No. 1/Peraturan-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.
"Yang pada poin pertamanya menyatakan kewajiban wartawan merahasiakan identitas anak, khususnya anak yang ada di dalam sistem peradilan pidana, termasuk ketika dirinya dijatuhi pidana," tegas Genoveva.
Aliansi memandang Dewan Pers dapat mengambil sikap dengan memeriksa dan memberikan sanksi kepada media-media yang melakukan pelanggaran terhadap kerahasiaan identitas anak. Dewan Pers sekaligus bisa menyerukan kepada insan media bahwa hal ini tidak dapat dibenarkan. "Kami masih nunggu respons juga dari Dewan Pers," ujar Genoveva.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan peristiwa persetubuhan paksa, maupun pelecehan seksual yang dilakukan anak korban DO terhadap AG tidaklah benar. Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam pertimbangan vonis dan putusan terhadap terdakwa anak AG menyatakan, persetubuhan paksa dan pelecehan yang menjadi pemicu Mario Dandy (20 tahun) melakukan penganiayaan terhadap DO, pun tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Alhasil, AG divonis bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan karena turut serta melakukan penganiayaan berat terhadap DO yang dilakukan Mario Dandy dan Shane Lukas (19 tahun). AG didahulukan status hukumnya di persidangan lantaran usianya yang dilindungi oleh undang-undang SPPA.
Sedangkan terhadap tersangka Mario dan Shane penyidik menjerat kedua pelaku penganiyaan berat tersebut dengan sangkaan Pasal Pasal 355 ayat (1) subsider Pasal 354 ayat (2), dan Pasal 353 ayat (2), juga Pasal 351 ayat (2) KUH Pidana, Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Sementara korban DO, sampai saat ini masih dalam perawatan akibat cacat bagian saraf otak yang diderita setelah penganiyaan tersebut.
Berikut ini daftar media yang dilaporkan oleh Aliansi PKTA :
1. Pemimpin Redaksi Suara/Cianjur
2. Pemimpin Redaksi Mata Mata (PT Arkadia Digital Media Tbk.)
3. Pemimpin Redaksi ANTV News
4. Pemimpin Redaksi Fajar Online
5. Pemimpin Redaksi Harian Haluan
6. Pemimpin Redaksi YourSay (PT Arkadia Media Nusantara)
7. Pemimpin Redaksi Detik Sumsel
8. Pemimpin Redaksi Suara Nasional (PT. Evita Asa Mandiri)
9. Pempimpin Redaksi Populis (WE Group)
10. Pemimpin Redaksi Merci News
11. Pemimpin Redaksi Kompas.