Rabu 12 Apr 2023 11:37 WIB

Bebasnya Anas Diglorifikasi, Pengamat: Ada yang Keliru dan Aneh

Anas tetap dinilai sebagai pahlawan bagi kelompok pendukungnya.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Teguh Firmansyah
Simpatisan Anas Urbaningrum berada di halaman Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas bersyarat dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin usai menjalani hukuman penjara sejak tahun 2014 lalu. Anas Urbaningrum menjalani program cuti menjelang bebas (CMB) dengan tetap wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Bandung.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Simpatisan Anas Urbaningrum berada di halaman Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas bersyarat dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin usai menjalani hukuman penjara sejak tahun 2014 lalu. Anas Urbaningrum menjalani program cuti menjelang bebas (CMB) dengan tetap wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID,J AKARTA- -- Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai ada yang keliru dengan pendidikan antikorupsi di ranah publik saat ini. Hal itu disampaikannya menyusul bebasnya narapidana kasus korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum yang disambut meriah oleh para loyalisnya.

Alih-alih jera dan merasa bersalah atas perbuatannya, Anas justru dielu-elukan dan berupanya menciptakan citra barunya sebagai korban. Hal ini kata Dedi, tidak hanya Anas tetapi juga narapidana kasus korupsi lainnya.

Baca Juga

"Itu keanehan yang harus kita alami, bahwa Anas dan banyak lagi koruptor yang jarang merasa bersalah dan malu atas perbuatannya, justru berupaya menciptakan citra sebaliknya, sebagai korban seolah ia pahlawan. Ada yang keliru dengan pendidikan anti korupsi di ranah publik kita," ujar Dedi kepada Republika, Rabu (12/4/2023).

Dedi melanjutkan, untuk kasus Anas, pengadilan tindak pidana korupsi telah menetapkan Anas terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara serta denda. Sehingga, terlepas apakah Mantan Ketua Umum Partai Demokrat dikorbankan atau tidak, yang bersangkutan terbukti melakukan korupsi.

Namun demikian, Anas tetap dinilai sebagai pahlawan bagi kelompok pendukungnya.

"Demikian politik praktis, loyalis berkerumun pada tokoh, bukan pada nilai perjuangan politik atau aib politik, banyak kasus korupsi yang tokohnya berupaya membangun citra pahlawan bagi Kelompoknya sendiri, tidak hanya Anas Urbaningrum, tetapi elit lain pun demikian," ujarnya.

Bahkan, kebebasan Anas dari jeruji besi juga disambut meriah layaknya pahlawan bagi kelompoknya. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini, penyambutan kepada Anas ini bagian propaganda politik untuk menaikkan wibawa ketokohan Anas. Hal ini karena Anas kembali mendirikan partai politik, sehingga basis pendukung loyal ini digunakan untuk menguatkan kembali wibawa Anas.

"Berbeda halnya, jika Anas tidak mendirikan partai, dan pensiun pasca menyelesaikan hukuman, besar kemungkinan tidak akan ada glorifikasi itu," ujarnya.

Namun, dia menilai, masyarakat memilih mengingat Anas dari sosoknya dibanding kasusnya ini juga bukan masyarakat umum. Mereka kata Dedi, adalah masyarakat politik yang memang terkondisikan untuk kepentingan politik, yakni menumbuhkan elitisme Anas Urbaningrum.

"Dan keterlibatan Anas dalam korupsi besar hambalang secara struktur politik bukan karena faktor politis, sehingga ia dan loyalis ya menyebut diri sebagai korban. Anas adalah pelaku karena ia terlibat sebagai legislator," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement