REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menerima hasil laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait pengadaan kereta rel listrik bekas. Pemerintah pun menetapkan impor rangkaian kereta bekas dari Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) resmi ditolak.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto menjelaskan, terdapat empat alasan yang menjadi pertimbangan utama terkait impor kereta rbekas yang diinginkan PT KCI. Pertama, rencana impor kereta tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri. Dalam peraturan tersebut, ditetapkan bahwa persyaratan umum pengadaan sarana kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri, termasuk kereta harus memenuhi spesifikasi teknis yang salah satunya mengutamakan produk dalam negeri.
"Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor. Kalau dari hasil review BPKP sudah cukup jelas hasilnya. Kita akan mengacu pada hasil review," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/5/2023).
Kedua, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan tanggapan terkait permohonan dispensasi impor keretadalam keadaan bekas yang menyatakan permohonan dispensasi tidak dapat dipertimbangkan. Pasalnya, fokus pemerintah saat ini meningkatkan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui program peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
"KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor," ucap Septian.
Mengacu kedua aturan tersebut, disebutkan barang modal bukan baru yang dapat diimpor merupakan barang yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri. Hal itu bukan bertujuan untuk pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali atau barang/peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam, serta barang bukan baru keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, alasan teknis karena ada beberapa unit sarana yang sebenarnya masih bisa dioptimalkan penggunaannya. "Saya tidak mau masuk terlalu detail terkait alasan teknis ini, tapi dari BPKP menemukan finding (temuan) seperti itu," ucap Septian.
Keempat, estimasi biaya impor kereta rel listrik bekas. Dia menyebutkan, biaya yang bisa diestimasikan dengan reliable oleh BPKP merupakan biaya pengadaan dari Japan Railway. Dia menilai, kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia, yang diajukan KCI tidak dapat diyakini karena perhitungannya tidak berdasarkan survei harga.
Septian menyebut, hal itu hanya berdasarkan biaya impor kereta rel listrik bekas pada 2018 ditambah 15 persen. "Hasil klarifikasi dengan Pelindo, kontainer yang tersedia hanya 20 feet dan 40 feet, sehingga pengangkutan dan pengiriman kereta harus menggunakan kapal kargo sendiri. Ini tentu saja bisa menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasikan dengan akurat," ucapnya.
Atas hasil audit BPKP, kata Septian, jajaran eselon satu Kemenko Marves langsung menggelar pertemuan. Hasil pertemuan, sambung dia, meminta PT KCI melakukan peninjauan kembali atas operasi dan sarana yang ada saat ini.
"Kami meminta dilakukan retrofit atas sarana yang saat ini ada dan akan pensiun. Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor. Dari hasil review BPKP sudah cukup jelas, kita akan mengacu pada hasil review," ucapnya.