Kamis 30 Mar 2023 18:03 WIB

Pengamat: Temukan Unsur Pidana Skandal Rp 349 Triliun

Pengamat hukum meminta aparat temukan unsur pidana skandal Rp 349 triliun.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan yang bernilai Rp 349 triliun. Pengamat hukum meminta aparat temukan unsur pidana skandal Rp 349 triliun.
Foto: Republika/Prayogi.
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Perlemen, Senayan membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan yang bernilai Rp 349 triliun. Pengamat hukum meminta aparat temukan unsur pidana skandal Rp 349 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meminta Aparat Penegak Hukum (APH) segera menemukan unsur pidana di balik skandal Rp 349 triliun. Skandal dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu mulanya diungkap Menkopolhukam Mahfud MD.

Fickar memandang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti terlibat aktif dalam pengusutan skandal ini. Ia meyakini KPK punya perangkat penyelidikan dan SDM yang memadai.

Baca Juga

"Saya kira selain dengan kepolisian dan kejaksaan, kerja sama juga harus dilakukan dengan KPK, karena KPK bisa lebih canggih dalam menangani perkara dengan kewenangan menyadapnya," kata Fickar kepada Republika, Kamis (30/3/2023).

Fickar menyebut, skandal ini dapat lebih cepat terungkap ketika sudah ada alat bukti yang sah seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk. Disinilah APH dapat memainkan perannya untuk mengolah temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sehingga temuan PPATK tak sekedar tertumpuk saja di meja kerja.

"Menkopolhukam tidak bisa memaksa (penyelidikan) sepanjang belum ada bukti-bukti yang nyata sebagaimana diatur dalam 184 KUHAP," ujar Fickar.

Walau demikian, Fickar mengamati skandal ini cenderung berkelindan dengan dunia politik. Ia mensinyalir terduga pelaku TPPU punya relasi kuasa dengan unsur politisi dan penegak hukum.

"Saya kira pasti bersinggungan dengan politik karena pengusaha atau mereka yang menguasai sumber daya keuangan relatif bisa menguasai beberapa sektor dalam kehidupan, termasuk penegakan hukum," ucap Fickar.

Oleh karena itu, Fickar tak sepakat dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPR RI guna menindaklanjuti skandal ini. Ia khawatir Pansus DPR malah berdampak negatif terhadap penuntasan kasus.

"Sudahlah serahkan pada penegak hukum saja, proses DPR itu kan politis, jadi bisa malah menjadi tidak jelas karena kepentingan politik," tegas Fickar.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Informasi yang berasal dari PPATK ini disebutnya tak melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.

"Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum," ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Gedung Nusantara II, Rabu (29/3/2023).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement