Menurut Adi, kerancuan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini membuat banyak kesalahan persepsi masyarakat umum terkait fungsi dari program pendidikan anak usia dini, dari prasekolah taman kanak-kanak. Kerancuan juga berlanjut di sekolah dasar, khususnya kelas satu sampai tiga.
"Mirisnya, kerancuan tersebut juga menggeser kebijakan pembuatan program belajar di lapangan, target pencapaian yang disasar jauh melampaui tahapan dan jenjang di dalam proses tumbuh kembang anak," tutur Adi.
Hal tersebut terjadi akibat ketakutan akan ketertinggalan anak dalam belajar. Anak yang harusnya normal di dalam standar tumbuh kembang pada kemampuan literasi di usia dini menjadi dianggap tertinggal atau tidak normal bila belum bisa membaca ketika akan masuk SD.
Padahal, yang tidak normal itu standar dan tuntutannya. Adi menyebut pelajaran menjadi sulit karena memang tuntutannya tidak sesuai dengan pakem tumbuh kembang anak secara umum.
"Kalau kebanyakan anak berkesulitan belajar di tahapan awal SD, dan lantas bermunculan bimbel calistung dasar untuk menjawab kebutuhan lapangan, dan mengambil alih fungsi dari pembelajaran di sekolah dasar awal, ini kan salah kaprah nggak karuan namanya. Keputusan Mas Menteri untuk menertibkan ini sudah benar dan perlu di dukung," tegasnya.