REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2023). Dalam pertemuan yang berlangsung selama sekitar satu jam tersebut, Ivan mengaku membahas banyak hal dengan Jokowi.
Selain itu, ia juga mengatakan telah mendapatkan arahan dari Presiden. Namun, Ivan tak menjelaskan arahan apa saja yang telah disampaikan Jokowi.
“Ya banyak yang kita bahas ya makasih. Saya dapat arahan dari beliau,” ujar Ivan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Ivan pun langsung terburu-buru masuk ke dalam mobil dinasnya meninggalkan Istana Kepresidenan. Seperti diketahui, publik tengah menyoroti adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
Kepala PPATK Ivan sendiri juga telah menegaskan, dalam temuan transaksi mencurigakan tersebut ada indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal ini disampaikannya saat menjawab Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa.
Namun, menurut dia, temuan tersebut bukan berarti tindak pidana tersebut sepenuhnya dilakukan Kemenkeu. Ia mengatakan, tindak pidana tersebut terkait kasus impor ekspor dan kasus perpajakan.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terus bekerja sama dengan PPATK dalam mengusut dugaan transaksi mencurigakan hingga Rp 349 triliun.
Buntut dari temuan ini, PPATK akan dilaporkan oleh Koordinator MAKI ke Bareskrim Polri. Menurut Koordinator MAKI Boyamin, langkah hukum ini diambil untuk merespons pernyataan Komisi III DPR RI yang menyebut ada pidana dari proses yang disampaikan oleh PPATK di Rapat Komisi III DPR RI pada Selasa (21/3/2023) lalu.
Dalam Rapat Kerja (Raker) antara PPATK dengan Komisi III DPR di Kompleks Senayan, Selasa (21/3/2023), Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan menyinggung tentang ancaman pidana penjara paling lama empat tahun bagi pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tepatnya mengenai kewajiban merahasiakan dokumen terkait TPPU.