REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pengacara Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe agar bertindak sesuai norma hukum yang berlaku. Mereka diminta tidak melakukan pembelaan secara sembarangan.
"KPK mengingatkan agar penasihat hukum (Lukas Enembe) kooperatif dalam melakukan pendampingan kepada tersangka dan tidak bertindak di luar norma-norma hukum," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (23/3/2023).
Ali mengatakan, pengacara Lukas sangat perlu melakukan pendampingan sesuai norma hukum. Sehingga, penanganan kasus Lukas dapat segera rampung.
"Agar perkara ini bisa segera mendapat kepastian hukum," ujar Ali.
Selain itu, Ali juga meminta masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan pernyataan apa pun yang disampaikan oleh kuasa hukum Lukas. Sebab, belakangan, tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi ini mogok minum obat selama dua hari dan meminta berobat ke Singapura.
Namun, Ali memastikan, kesehatan Lukas dalam kondisi yang baik. Bahkan, dia juga sudah kembali rutin mengonsumsi obat atas resep dokter Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
"Dari laporan petugas, tersangka LE sampai hari ini tidak ada keluhan soal kesehatannya," ungkap Ali.
Sebelumnya, kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona menyebut, kliennya mogok minum obat dan mengajukan permohonan berobat ke Singapura lantaran ia menilai pengobatan yang diberikan KPK kurang memuaskan. Petrus mengatakan, Lukas juga sudah menandatangani surat pernyataan yang ditujukan kepada pimpinan KPK untuk diizinkan menjalani pengobatan medis di luar negeri.
"Bapak Lukas Enembe menolak minum obat-obatan yang disediakan dokter KPK karena tidak ada perubahan atas sakit yang dideritanya," ungkap Petrus dalam siaran persnya, Rabu (22/3/2023).
Petrus mengungkapkan, kaki Lukas terlihat bengkak dan berjalan tertatih. Sehingga, kliennya memohon agar dapat segera mendapatkan perawatan medis di luar negeri
"Karena yang sangat paham dan mengerti sakitnya Bapak Lukas Enembe adalah dokter-dokter di Mount Elisabeth Hospital, Singapura," jelas Petrus.
KPK telah memeriksa sebanyak 90 saksi dalam pengusutan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas. Di antaranya, yakni ahli digital forensic, ahli accounting forensic, dan ahli kesehatan.
Selain itu, KPK juga sudah menyita uang sekitar Rp 50,7 miliar; emas batangan, cincin batu mulia, dan empat unit mobil. Penyidik membekukan rekening atas nama Lukas dan pihak terkait yang nilainya sebesar Rp 81,8 miliar dan 31.559 dolar Singapura. Penyitaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas kasusnya.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.