REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LSI Denny JA menemukan sampai saat ini tidak ada partai-partai Islam atau berbasis Islam yang menduduki tiga besar dalam elektabilitas. Survei LSI Denny JA pada Maret 2023 menemukan, mereka cuma ada di menengah dan bawah.
Peneliti LSI Denny JA, Ade Mulyana mengatakan, kalau ditarik sebelum kemerdekaan partai Islam menjadi ujung tombak perlawanan melawan penjajah. Dengan penduduk mayoritas muslim, secara psikologis kelahiran partai Islam jadi keniscayaan.
Sebab, mereka yang beragama Islam akan lebih nyaman kalau partai memiliki ideologi yang sama. Sayangnya, sejak pemilu demokratis pada 1955-2019, sudah banyak partai-partai Islam hadir, tapi belum mendapat dukungan terlalu baik.
"Sejak Pemilu (tahun) '55, belum pernah ada satupun partai Islam yang memenangi pemilu di Indonesia," kata Ade, Jumat (17/3/2023).
Survei LSI Denny JA melibatkan 1.200 responden pada 4-15 Januari 2023. Dengan penentuan partai Islam atau partai nasionalis didasari persepsi publik terhadap pendiri partai maupun partai tersebut maupun ditentukan melalui pendapat pakar.
Partai Islam terdiri dari PKS, PKB, PPP, PAN, PBB, Gelora dan Partai Ummat dengan total dukungan 38,9 persen. Sedangkan, partai nasionalis ada PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, Perindo, PSI, Hanura, Garuda, Buruh dan PKN.
Dari tiga partai papan atas, PDIP 22,7, Golkar 13,8 dan Gerindra 11,2 tidak ada satupun partai Islam. Papan tengah, PKB, Demokrat, PKS, Nasdem, ada PKB 8,0 dan PKS 4,9. Sedangkan, papan bawah, Perindo, PPP, PAN, ada PPP 2,1 dan PAN 1,9 persen.
Ada pula partai Islam yang masuk partai nol koma seperti PBB 0,3, Ummat 0,3 dan Gelora 0,1. Jadi, ia mengingatkan, sampai tingkat partai-partai gurem sekalipun partai-partai Islam masih kalah dari partai terbuka maupun partai nasionalis.
"Partai berbasis Islam total dukungan cuma 17,6, tapi nasionalis mencapai 61,0 persen. Dalam Pemilu 2024, kami prediksi total dukungan atas partai berbasis Islam potensial yang terkecil dalam sejarah pemilu bebas Indonesia, 1955-2019," ujar Ade.