REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai lahirnya Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) belum efektif mencegah kekerasan seksual di masyarakat. Ririe, sapaan akrab Lestari Moerdijat, menuturkan, UU Nomor 12 Tahun 2022 tersebut belum dibarengi komitmen dari pemerintah untuk melahirkan sejumlah aturan pelaksanaannya.
"Sudah hampir setahun sejak UU TPKS disahkan, efektivitas UU itu untuk menjadi payung perlindungan korban kekerasan seksual belum memadai dalam mencegah sekaligus memutus rantai kekerasan seksual," tutur Ririe saat membuka diskusi bertema 'Efektivitas UU TPKS Meredam Kekerasan Seksual' secara daring, dalam keterangan, Rabu (15/3/2023).
Menurut Ririe, belum efektifnya UU TPKS saat ini disebabkan belum adanya aturan pelaksanaan. Selain itu, pemahaman aparat hukum terkait UU TPKS masih kurang dan sejumlah fasilitas penanganan korban juga belum efektif.
Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, mengajak para pakar dan masyarakat ikut mendorong lahirnya sejumlah aturan turunan UU TPKS. Tujuannya, agar UU TPKS bisa segera diimplementasikan di lapangan.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu mengaku prihatin karena sejumlah kasus tindak kekerasan seksual justru diselesaikan di luar pengadilan yang berujung damai dan merugikan korban.
Analis Kebijakan Ahli Madya Deputi PHP Kementerian PPPA, Agus Wiryanto mengungkapkan amanat UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS adalah agar ada aturan turunan dalam bentuk tiga Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres). Pemerintah mengeklaim masih memproses sejumlah aturan pelaksanaan tersebut dan diperkirakan akan tuntas pada Juni 2023.
Sementara, Komisioner KPAI Dian Sasmita mengusulkan hak pemulihan terhadap anak korban tindak kekerasan seksual tidak hanya diberikan pada saat kasus berlangsung. Tetapi juga diberikan pascakasus kekerasan seksual terjadi. Ia aturan turunan UU TPKS mampu memastikan hak penanganan, pemulihan, dan hak atas perlindungan bagi anak korban tindak kekerasan seksual.