Rabu 15 Mar 2023 20:27 WIB

Pusham UII: Vonisnya Aneh, JPU Harus Banding Kanjuruhan

Pusham UII sebut JPU harus banding kasus Kanjuruhan karena vonisnya aneh.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa perkara tragedi Stadion Kanjuruhan Abdul Haris. Pusham UII sebut JPU harus banding kasus Kanjuruhan karena vonisnya aneh.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Terdakwa perkara tragedi Stadion Kanjuruhan Abdul Haris. Pusham UII sebut JPU harus banding kasus Kanjuruhan karena vonisnya aneh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) mendukung langkah banding yang diambil Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur atas vonis dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan. Langkah banding itu dinilai dibutuhkan karena vonis yang tak bisa diterima akal sehat. 

Tercatat, dua terdakwa di kasus ini yaitu Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan, dan Security Officer Suko Sutrisno yang dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.

Baca Juga

"Ada beberapa alasan mengapa Jaksa harus banding ya. Pertama, vonis jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa, biasanya hakim kalaupun lebih ringan dari tuntutan tapi tidak lebih rendah dari 2/3 tuntutan Jaksa. Ini cukup aneh karena vonisnya 1 tahun 6 bulan padahal tuntutan 6 tahun 8 bulan," kata Direktur Riset dan Publikasi Pusham UII Despan Heryansyah kepada Republika, Rabu (15/3). 

Despan mengkhawatirkan kalau banding tak ditempuh JPU maka bisa membuat publik bertanya-tanya. Sehingga langkah banding ini disebut upaya menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarganya. 

"Jadi kalau jaksa tidak banding akan memunculkan kecurigaan masyarakat yang kecurigaan itu dapat berujung pada ketidakpercayaan publik pada hukum," ucap Despan. 

Despan juga mengingatkan korban jiwa yang mencapai 135 orang dalam tragedi Kanjuruhan. Hal ini seharusnya mendapat perhatian hakim sebagai insiden kemanusiaan yang sangat memprihatinkan. 

"Harus ada yang bertanggungjawab karena itu tidak terjadi begitu saja tanpa ada kesalahan atau kelalaian. Kalau putusannya ringan seperti ini, menunjukkan ada yang lepas tangan atas tragedi kemanusiaan itu," ucap Despan. 

Selain itu, Despan menyoroti upaya Indonesia yang tengah mengubah citra sepakbolanya di dunia internasional. Vonis ringan di kasus ini, menurutnya bisa saja justru merugikan nama baik Indonesia. 

"Kita sedang memperbaiki nama baik sepak bola dimata dunia. Bagaimana kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan kalau tidak ada keseriusan penegakan hukumnya," ucap Despan. 

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa tragedi Kanjuruhan dengan hukuman berbeda. Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Security Officer Suko Sutrisno hanya divonis 1 tahun penjara. 

Keduanya dinilai bersalah melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP, dan Pasal 360 ayat (2) KUHP juncto Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang nomor 11 tahun 2022. Meski demikian, vonis yang dijatuhkan terhadap kedua terdakwa jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta Suko dan Haris dihukum 6 tahun 8 bulan penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement