REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Proses gelar perkara kasus Bripka Madih di ruang Wadirkrimum Polda Metro Jaya, AKBP Imam Yulisdianto pada awal Februari 2023, tidak membuat terang kasus yang sempat menyita perhatian publik tersebut. Kasus itu bermula ketika anggota Provos Polsek Jatinegara, Jakarta Timur itu mengaku, dimintai sejumlah uang oleh penyidik Polda Metro Jaya berinisial TG terkait kasus kepemilikan tanah di kawasan Jatiwarna, Kota Bekasi pada 2011.
Bripka Madih dimintai uang oleh AKP TG sebesar Rp 100 juta. Uang itu sebagai pelicin untuk mengurus sertifikat tanah. Ketika kasus itu mencuat ke publik, ia pun dipanggil ke Polda Metro Jaya untuk mengikuti mediasi. Pasalnya, kasus tersebut terjadi antara polisi dan polisi.
Bripka Madih mengeklaim, TG sudah mengakui kesalahannya kala keduanya bertemu di Markas Polda Metro Jaya. Sayangnya, Bripka Madih mengaku, malah diminta AKPB Imam Yulisdianto membuat pengakuan kepada media bahwa permintaan uang oleh TG bohong belaka alias hoax. Hal itu lantaran Bripka Madih harus menerima konsekuensi tiba-tiba dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melanggar kode etik, imbas meramaikan kasus yang menjeratnya ke media.
"Di (Madih) saya minta tolong, bahasa kasarnya barter. Madih kamu ngomong di media bahwa pengakuan itu hoax. Kita akan urus sampai selesai," kata Madih menirukan perkataan AKBP Imam saat menceritakannya proses mediasi kasus kepada Republika.co.id di Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin (13/3/2023).
Mendengar permintaan seperti itu, Bripka Madih mengaku, menolak instruksi tersebut. Dia menegaskan, perkara legalitas tanah miliknya tidak bisa dibarter dengan kasus lain. Dia pun menegaskan, tidak mau mengikuti arahan penyidik Polda Metro Jaya.
"Ane bilang gini. Komandan kalau dibilang bahasanya barter ini kan baru satu langkah. Langkahnya ini belum langkah pasti. Kalau langkah pasti itu tanah enak Babeh itu sudah dikembalikan," katanya.
Bripka Madih menuturkan, kalau pun tanah ayahnya itu bisa kembali utuh tidak masuk dalam sengketa wilayah, ia enggan menarik pengakuannnya kepada media hingga kasus itu ramai. Dia menyebut, memang benar jika AKP TG pernah meminta sejumlah uang untuk mengurus kasus keabsahan lahan milik keluarganya. "Dosa dong kalau saya fitnah orang," katanya.
Bripka Madih mengungkapkan, dalam pertemuan itu, AKBP Imam tetap memaksa dengan halus agar ia mau mempertimbangkan arahannya. Meski sudah dibujuk, Bripka Madih tetap kekeh tidak mau ikut skenario yang dibuat pejabat Polda Metro Jaya agar kasus itu tidak lagi menyedot perhatian publik. "Tolonglah inikan lagi viral banget. Nanti kamu pikirkan di rumah ya," kata Madih mengulang permintaan AKBP Imam.
Mendengar nama AKBP Imam mulai melunak, Bripka Madih pun kala itu siap untuk mempertimbangkan membuat pengakuan lain, yaitu tidak ada penyidik Polda Metro Jaya yang meminta uang kepadanya. Meski begitu, ia tidak langsung menjanjikannya. "Saya bilang Insya Allah. Tapi Insya Allah bukan mau mengakui," ujar Bripka Madih.
Dia menyebut, AKBP Imam mendesaknya membuat pengakuan lain karena hal itu telah mencoreng institusi Polri. Polda Metro Jaya pun malu dengan peristiwa yang membuat gempar masyarakat itu. Apalagi, kasus yang diramaikannya kala itu berbarengan dengan pembunuhan yang dilakukan eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, sehingga kepolisian sangat disorot masyarakat. "Jadi institusi Polri malu katanya," cerita Bripka Madih.