REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset masih menunggu surat presiden (surpres). Setelah presiden keluarkan surpres, draf RUU tersebut akan segera dikirimkan ke DPR.
"RUU Perampasan Aset masih diharmonisasi. Kita kan serahkan kepada Presiden kemudian nanti ada Surpres dari Presiden. Kita berusaha nanti ada pembukaan masa sidang pekan di depan, Selasa 14 Maret, kalau bisa sudah mulai dibahas pada masa sidang berikutnya," kata Edward di Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (10/3/2023).
Edward mengungkapkan sejumlah poin yang diatur di dalam RUU Perampasa Aset. Salah satunya soal pengaturan Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB).
"Jadi selama ini kalau kita bicara mengenai perampasan aset yang dikenal saat ini adalah conviction based asset forfeiture artinya kita baru bisa merampas aset setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap. Artinya kita pakai jalur pidana, meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya conviction based asset forfeiture tapi bisa juga NCB artinya bisa dilakukan gugatan perdata, itu yang mungkin akan kita bahas di dalam RUU Perampasan Aset ini," kata Edward menjelaskan.
Selain itu, di dalam RUU Perampasan Aset juga diatur tentang pencegahan pencucian uang. Namun bagaimana bentuk detailnya, Edward mengatakan hal tersebut masih dibahas.
"Itu diatur di dalam RUU Perampasan Aset, jadi semacam satu pencegahan, jadi korporasi itu memberitahukan bahwa dia punya aset berapa segala macam supaya dia tidak dijadikan sebagai tempat pencucian uang," ucapnya.