REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengatakan, persoalan Plumpang sebenarnya bisa dipilih dipertahankan atau direvitalisasi. Dibanding relokasi, ia mengusulkan untuk dilakukan revitalisasi di Plumpang.
"Revitalisasi itu lebih memanusiakan, kalau misalnya ada aset tanah yang masih kosong yang bisa digunakan dari 81 hektare, bisa ditanya, Anda punya sertifikat atau tidak. Kalau punya sertifikat dari mana asalnya," kata Yayat, Kamis (9/3/2023).
Ia menegaskan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak pernah mengeluarkan satupun sertifikat di atas tanah sengketa. Jadi, sebenarnya tinggal dilihat aset siapa yang akan dibangun untuk ditata dan jika ada penduduk bisa dibuat buffer zone.
Terkait aset, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya ada pengalaman. Misal, Kampung Pulo yang sering kebanjiran dipindahkan bisa ke rumah susun dan dibangun menggunakan tanah aset Pemprov DKI Jakarta, bekas kantor Sudin atau PUPR di Jakarta Timur.
Kemudian, Pasar Gembrong yang beberapa waktu lalu mengalami bencana kebakaran. Menggunakan dana bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bagi mereka yang tinggal di sana dibangunkan rumah susun dan masyarakat dipindah ke sana.
"Sekarang kalau sudah kejadian ini kita jadikan ini role model, tinggal tanya siapa komandannya, kalau tidak jelas komandannya nanti tunjuk-tunjuk sampai 2024 repot kita, lebih bagus tunjuk komandannya, bangun ibu kota aja bisa cepat," ujar Yayat.
Ia menerangkan, petakan dulu aktor utama di sana. Misal, Pemprov DKI Jakarta karena terkait warganya, lalu Pertamina, BUMN, PUPR dan perusahaan lain. Tata lingkungan dibuat rumah susun, ada pasar, ada poliklinik, ada tempat usaha.
"Siapa yang tidak tertarik, rebutan, tinggal bagaimana menatanya merevitalisasi. Kedua, Pertamina sebagai pemilik aset, kalaupun tidak dipindahkan mau menunggu berapa tahun lagi, harus ada audit internal yang menyatakan," kata Yayat.
Pertamina harus berani memberikan keyakinan kalau kejadian itu tidak terulang kembali. Ia menekankan, jaminan dari Pertamina itu menjadi kekuatan dengan revitalisasi agar seimbang. Lalu, perlu dipikirkan perkampungan ke depan.
Justru, Yayat berpendapat, ini pekerjaan yang menarik karena di balik musibah ada perubahan yang menanti dilaksanakan. Ia menekankan, merevitalisasi kawasan yang terkena musibah memang harus perlahan, tidak perlu dilakukan cepat-cepat.
Baca juga : Anggota DPR Dukung Keputusan Permindahan Lokasi Depo Pertamina Plumpang