Rabu 08 Mar 2023 20:52 WIB

Dukung Sistem Proporsional Tertutup, Yusril Kutip Hadis Nabi di Persidangan MK

Menurut Yusril sistem proporsional terbuka menghasilkan anggota dewan yang buruk.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mendukung sistem proporsional tertutup dalam pemilu. (ilustrasi)
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mendukung sistem proporsional tertutup dalam pemilu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengutip hadis Nabi Muhammad SAW saat menyampaikan keterangan partainya dalam sidang uji materi atas sistem proporsional terbuka di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/3/2023). Sebagai pihak terkait dalam perkara itu, Yusril menukil hadis nabi untuk memperkuat argumentasinya bahwa sistem proporsional terbuka menghasilkan anggota dewan yang buruk.

Yusril awalnya menjelaskan bahwa penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan legislatif (pileg) telah mengubah pola kontestasi atau game play pemilu. Pemilu yang seharusnya pertarungan program dan gagasan, berganti menjadi pertarungan kandidat populer.

Baca Juga

Yusril mengatakan, pertarungan kandidat populer terjadi karena sistem proporsional terbuka mempermudah keterpilihan kandidat yang terkenal meski minim kapasitas. Sebaliknya, sistem ini mempersulit keterpilihan kandidat yang tidak populer meski merupakan kader ideologis partai dan punya kapasitas mumpuni.

Pola semacam itu, kata dia, membuat partai politik berupaya mencari dan mengusung orang populer sebagai caleg demi meraup suara. Kader yang kurang terkenal akhirnya juga berlomba membuat dirinya populer agar bisa ikut dan memenangkan pemilihan. Alhasil, partai dan kadernya tidak lagi memikirkan program, ide, dan gagasan perbaikan. 

Adapun masyarakat pemilih, lanjut dia, juga ikut terpengaruh "penyakit" pertarungan kandidat populer ini. Pengetahuan mereka tentang pemilu hanya sebatas memilih orang populer. "Pemilih kita hanya sekadar memilih kandidat yang terkenal atau yang ia kenal, kerabat, atau keluarganya tanpa memastikan kandidat itu punya kapasitas untuk bekerja atau tidak," kata Yusril.

Menurut dia, ketika pemilih hanya mendasarkan pilihannya kepada popularitas kandidat, maka caleg yang terpilih adalah orang populer yang belum tentu bisa bekerja. Ini lah jawaban mengapa anggota dewan tidak berkualitas atau mengapa kinerja lembaga perwakilan tidak optimal.

"Kalau kita lihat dalam Islam, telah ditegaskan melalui hadis nabi Muhammad SAW yang mengatakan 'serahkanlah urusan pada ahlinya, jika tidak maka tunggulah kehancuran'," kata Yusril.

"Tidak pernah ada narasi agar menyerahkan urusan kepada orang-orang yang populer atau orang yang kita kenal. Kapasitas dan kemampuan bekerja itu lah yang dibutuhkan bangsa dan negara kita ini, karena kemampuan itu lah yang akan memperbaiki keadaan," imbuh mantan Menteri Hukum dan HAM itu.

Menurut Yusril, untuk meningkatkan kualitas anggota dewan dan mengatasi "carut marut" dunia politik, maka pemilu harus dikembalikan pada pertarungan program, ide, dan gagasan. Caranya adalah dengan mengganti sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Dia meyakini dalam sistem proporsional tertutup, partai akan mengutamakan mengusung kader berkompeten sebagai caleg dan fokus menawarkan gagasan.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

Pakar hukum tata negara itu juga menyebut sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, konstitusi mengamanatkan peran dan fungsi parpol, pemilu, dan pemilih. Namun, sistem proporsional terbuka justru terbukti memperlemah peran dan fungsi tiga hal tersebut.

Karena itu, Yusril meminta hakim MK mengabulkan gugatan penggugat, yakni menerapkan kembali sistem proporsional tertutup.

Gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Mereka menggugat sejumlah pasal dalam UU Pemilu yang menjadi landasan penerapan sistem proporsional terbuka. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, sehingga bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.

 

 

photo
Poin Putusan PN Jakpus Terkait Penundaan Pemilu - (infografis Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement