REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Kawal Pemilu Bersih mensinyalir adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) hingga menyebabkan lahirnya putusan penundaan Pemilu 2024 dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Koalisi pun melaporkan tiga hakim pemutus perkara itu ke Komisi Yudisial (KY).
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Saleh Al Ghifari, menyebut ada indikasi pelanggaran profesionalitas dari putusan itu. Menurutnya, majelis hakim seharusnya mendasarkan pelaksanaan tugasnya dengan pengetahuan luas. Tapi dalam perkara ini, Majelis Hakim mengabaikan konstitusi yang mewajibkan Pemilu dilaksanakan 5 tahun.
"Walupun tadi sudah disinggung juga soal irisan dengan teknis yudisial, dengan pertimbangan hukum, dan independensi, tapi menurut kita ini sangat-sangat jauh melenceng. Nah ini kita wajib mencurigai, apakah disini ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku," kata Saleh kepada wartawan di kantor KY, Senin (6/3/2023).
Saleh juga menuding hakim PN Jakpus gagal menyerap nilai yang ada di masyarakat dalam memutus perkara ini. Ia meyakini mayoritas masyarakat ingin pemilu tetap digelar sesuai jadwal atau lima tahun sekali.
"Berkaitan dengan hakim harus melandaskan tindakannya dari nilai-nilai hukum dan luhur yang ada di masyarakat," ujar Saleh.
Vonis PN Jakpus ttg penundaan pemilu ke thn 2025 hrs dilawan, krn tak sesuai dgn kewenangannya. Ini di luar yurisdiksi, sama dgn Peradilan Militer memutus kasus perceraian. Hkm pemilu bkn hkm perdata. Vonis itu bertentangan dgn UUD 1945 dan UU bhw Pemilu dilakukan setiap 5 thn.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) March 2, 2023
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih lainnya, Ihsan Maulana menegaskan pentingnya KY untuk menindaklanjuti laporan ini. Ia menyatakan tidak ada mekanisme hukum apa pun untuk menunda pelaksanaan Pemilu.
"Nah ketika ada putusan PN Jakpus yang menunda pemilu itu jelas bertentangan dengan UUD dan juga UU Pemilu," ucap Ihsan.
Ihsan juga berharap langkah tegas KY akan mencegah upaya penundaan pemilu lewat jalur pengadilan. Pasalnya, suara penundaan pemilu berkali-kali digelorakan tokoh nasional.
"Ini menjadi titik akhir supaya publik supaya pihak-pihak tidak kembali menyuarakan soal penundaan pemilu, kita tahu tahapan sudah mulai berjalan dan kami berharap putusan KY menjadi salah satu pembelajaran bagi siapa pun, termasuk proses banding yang dilakukan bahwa proses penundaan pemilu bukan pada koridor sebagaimana yg terjadi hari ini," ucap Ihsan.
Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) pada Kamis (2/3/2023). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan yang dikutip Republika, Kamis (2/3/2023).
Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh Prima. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan Prima kabur atau tidak jelas.
"Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan.