REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengaku kaget jika benar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat keputusan tentang penundaan Pemilu 2024.
“Saya sangat kaget membaca berita hari ini, PN Jakarta Pusat memerintahkan kpu menunda pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari,” kata Hamdan, dalam siaran pers, Kamis (2/2023).
Diungkapkannya, walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut. Karena bukan kompotensinya. “Jelas bisa salah faham atas objek gugatan,” kata Hamdan.
Seharusnya difahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK. Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar PMH.
“Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verfikasi dan bukan kompotensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah,” kata dia.
Sebelumnya beredar kabar atas putusan PN Jakarta Pusat yang memutuskan adanya penundaan Pemilu 2024. Putusan KPU ini terkait dengan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) karena merasa dirugikan soal verifikasi parpol.
PN Jakarta Pusat kemudian mengklarifikasi putusan tersebut. PN Jakpus merasa putusan yang menyatakan “menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari” berbeda makna dengan menunda Pemilu 2024.
"Pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah bunyi letter-nya itu menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisatahapan pemilu 2022 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari. Tidak mengatakan menunda pemilu ya, 'tidak', cuma itu bunyi putusannya seperti itu," kata Juru Bicara sekaligus hakim PN Jakpus Zulkifli Atjo kepada wartawan, Kamis (2/3).
Zulkifli menjelaskan perkara ini tergolong Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Sehingga putusan PN Jakpus belum berkekuatan hukum tetap karena masih ada proses hukum selanjutnya yaitu banding dan kasasi.