Kamis 02 Mar 2023 21:42 WIB

KPK: Baru 53 Persen Pejabat Eksekutif yang Lapor Kekayaan

KPK telah mengajukan saran agar penyelenggara negara jujur dalam memberikan laporan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Gita Amanda
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, terdapat lebih dari 500 ribu penyelenggara negara yang wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, terdapat lebih dari 500 ribu penyelenggara negara yang wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, terdapat lebih dari 500 ribu penyelenggara negara yang wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Namun hingga saat ini, baru sebanyak 53 persen pejabat eksekutif yang telah melaporkan harta kekayaannya.

Sedangkan dari pejabat legislatif baru sebanyak 38 persen. Ia mengatakan, laporan LHKPN merupakan salah satu kontrol KPK terhadap pejabat negara. Laporan LHKPN ini, lanjutnya, untuk menjamin agar tidak terjadi kasus korupsi.

Baca Juga

“Anda bisa bayangkan lebih dari, hampir 500 ribu, penyelenggara negara yang wajib lapor. Hari ini eksekutif baru sampai sekitar 53 persen. Dari legislatif itu baru 38 persen,” kata Firli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/3).

Sedangkan laporan LHKPN pejabat negara dari yudikatif telah mencapai 94,8 persen. Kendati demikian, menurutnya masih ada waktu bagi para pejabat negara hingga 31 Maret 2023 mendatang untuk melaporkan harta kekayaannya.

Firli menyebut akan terus mengefektifkan pengawasan dan pemeriksaannya terhadap laporan LHKPN pejabat negara. Setiap laporan LHKPN yang masuk, kata dia, akan dianalisa dan dipelajari oleh KPK. KPK juga akan melihat fakta sesungguhnya di lapangan.

Selain itu, Firli mengatakan bahwa KPK telah mengajukan saran agar penyelenggara negara jujur dalam memberikan laporan LHKPN.

“Kita dan Presiden bersepakat untuk meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU untuk menjadi UU perampasan aset. Saya kira ini menjadi perhatian KPK dan juga Presiden sampaikan tanggal 7 Februari lalu. Seketika Presiden menyampaikan keterangan pers bersama Ketua KPK, Kapolri, Jagung,” jelas Firli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement