Kamis 02 Mar 2023 17:25 WIB

Pengaruh Putusan MK Terhadap Deklarasi Anies Capres oleh Demokrat

MK menegaskan, presiden yang sudah menjabat dua periode tidak boleh mencalonkan lagi.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama capres 2024 Anies Rasyid Baswedan.
Foto: @AgusYudhoyono
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama capres 2024 Anies Rasyid Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febryan A, Febrian Fachri

Anies Baswedan menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Partai Demokrat yang telah mendeklarasikannya sebagai bakal calon presiden (capres) untuk 2024. Menurutnya, diskusi dan dukungan tersebut juga dapat terjadi karena Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden yang sudah menjabat dua periode, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, tidak boleh mencalonkan kembali dalam pemilihan presiden.

Baca Juga

"Sesungguhnya proses pemilu ke depan, pemilihan ke depan ini tidak lepas dari keputusan MK beberapa hari lalu. Kalau MK memutuskan sebaliknya, ada perpanjangan barangkali, kita tidak diskusi di ruangan ini hari ini atau diskusi kita mungkin berubah," ujar Anies di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Penegasan MK ini terlihat dalam sidang pembacaan putusan uji materi UU Pemilu di Gedung MK, Selasa (28/2/2023). Dalam perkara nomor 4/PUUXXI/2023 ini, penggugat yang merupakan seorang guru honorer bernama Herifuddin Daulay meminta MK memutuskan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu adalah inkonstitusional.

Pasal 169 huruf n mengatur bahwa, syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah tidak pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden sebanyak dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. Adapun Pasal 227 huruf i mengatur hal yang sama ketika mendaftar di KPU.

"Harapannya nanti MK akan terus mengambil langkah-langkah menegakkan konstitusi, melindungi tata negara, melindungi tata pemerintahan kita dari usaha pelemahan demokrasi. Karena demokrasi itu tidak bisa otomatis berjalan baik dengan sendirinya," ujar Anies.

"Demokrasi itu harus terus dirawat, karena itu kita juga menunggu keputusan MK berikutnya ya harapannya sistem proporsional terbuka tetap dijaga. Sehingga demokrasi sesuai dengan harapan rakyat, dan proses pemilihan tidak mencederai prinsip demokrasi," sambung mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Ia juga mengapresiasi Partai Demokrat yang terus menyuarakan dan merawat demokrasi Indonesia. Salah satu sikapnya adalah menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan sistem proporsional tertutup yang juga tengah digugat di MK.

 

 

Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono ketika memimpin selama 10 tahun sejak 2004 sampai 2024. SBY dan Partai Demokrat bukan hanya menjaga aturan demokrasi, tapi juga menjaga etika demokrasi.

"Kita teringat, teringat pada masa pak SBY, pada masa Partai Demokrat, konsisten menjadi contoh di dalam menjaga demokrasi. Baik saat berada di dalam pemegang kekuasaan, maupun saat menjadi penyeimbang kekuasaan," ujar Anies.

MK menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden yang sudah menjabat dua periode, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, tidak boleh mencalonkan kembali dalam pemilihan presiden. Dengan demikian, berarti presiden dan wakil presiden hanya boleh menjabat maksimal dua periode.

Dalam amar putusannya, MK menolak gugatan Herifuddin. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan gugatan terkait Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i sudah pernah diputus oleh MK, yakni dalam perkara nomor 117/PUU-XX/2022. Ketika itu, MK menyatakan kedua pasal tersebut konstitusional.

Saldi menyatakan, gugatan Herifuddin tidak jauh berbeda dengan gugatan perkara nomor 117/PUU-XX/2022 tersebut.

Selain itu, MK tidak punya alasan kuat untuk mengubah pendiriannya atas putusan tersebut.

Baca juga : PDIP: Kami Bukan Mencari Antitesis Jokowi

"Oleh karena itu, pertimbagan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo (perkara yang diajukan Herifuddin)," kata Saldi. 

"Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu adalah konstitusional," imbuh Saldi. Dengan demikian, kedua pasal tersebut tetap berlaku.

 

photo
Manuver Surya Paloh antara Anies dan Jokowi. - (Republika/berbagai sumber)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement