Ahad 26 Feb 2023 13:01 WIB

Jokowi Ingin Presiden Berikutnya Lanjutkan Hilirisasi Bahan Mineral

Jokowi mengeklaim, hilirisasi membuka lapangan kerja baru sebanyak 10,5 juta.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Erik Purnama Putra
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mengunjungi pertambangan di area PT Freeport Indonesia, Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Foto: Antara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mengunjungi pertambangan di area PT Freeport Indonesia, Timika, Kabupaten Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin presiden Indonesia berikutnya tetap berani untuk melanjutkan hilirisasi dan kebijakan larangan ekspor bahan mineral mentah meskipun mendapat gugatan di WTO. Dia mengatakan, hilirisasi industri telah memberikan nilai tambah yang besar bagi negara dan juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

"Apapun risikonya pemimpin Indonesia berikutnya harus berani dan tetep hilirisasi ini diteruskan karena membuka lapangan kerja 10,5 juta," kata Jokowi mengeklaim saat menghadiri rapat koordinasi nasional dan workshop Partai Amanat Nasional (PAN) di Kota Semarang, Jawa Tengah, Ahad (26/2).

Jokowi pun menegaskan, pemerintah ingin meningkatkan nilai tambah negara melalui hilirisasi industri. Pemerintah, kata dia, telah melarang ekspor bahan mineral mentah sehingga bisa diolah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi.  

"Meskipun risikonya kita banyak dimusuhi negara-negara lain. Karena pabrik-pabrik di sana industri di sana menjadi stop karena bahan mentahnya tidak kita ekspor. Itu yang namanya hilirisasi," ucap Jokowi.

Larangan ekspor nikel yang telah dimulai sejak 2020, kini digugat oleh Uni Eropa di WTO. Dalam gugatan tersebut, Indonesia mengalami kekalahan. Namun, Jokowi menegaskan agar pemerintah tak mundur dan ragu untuk melanjutkan hilirisasi. Karena itu, ia memutuskan untuk melakukan banding di WTO.

"Kalau kita kalah kemudian kita ragu untuk berbelok lagi ekspor bahan mentah, sampai kapan pun negara ini tidak akan menjadi negara maju. Itu selalu saya ulang-ulang kepada menteri, ya kita kalah, tapi terus maju. Usahanya apa? Ya banding. Nggak tahu nanti kalau banding lagi kalah, apakah ada banding lagi diberi kesempatan ya banding lagi," ujar Jokowi.

Menurut dia, selama proses banding tersebut, nantinya industri hilirisasi di Indonesia pun sudah siap. Setelah nikel, pemerintah juga melanjutkan untuk menghentikan ekspor mineral mentah lainnya seperti bauksit pada Juni mendatang, kemudian akan dilanjutkan pada tembaga, emas, dan lain-lain.

"Padahal hati-hati 90 persen ekspor bahan mentah bauksit kita itu ke Tiongkok. Nggak tahu dia nanti gugat kita nggak. Kalau digugat ya berarti nikelnya digugat Uni Eropa, bauksitnya digugat Tiongkok karena 90 persen ekspor bahan mentah kita ke sana," ucap Jokowi.

Dia mengungkapkan, larangan ekspor nikel selama ini telah memberikan nilai tambah yang sangat besar kepada negara. Saat bahan mentah nikel masih diekspor, negara hanya bisa mendapatkan Rp 17 triliun. Namun ketika larangan ekspor bahan mentah diberlakukan dan nikel diolah menjadi barang jadi maupun barang setengah jadi, nilai ekspor nikel melonjak mencapai Rp 450 triliun.

"Dari situ lah negara mendapatkan yang namanya pajak penghasilan, pajak PPN, pajak karyawan, penerimaan negara bukan pajak, dapat bea eskpor kalau kita ikut tadi perusahaan itu seperti di Freeport kita dapat deviden, dapat royalti, dari situlah masuk sebagai penerimaan negara," jelas Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement