Jumat 24 Feb 2023 09:54 WIB

Senator DPD: Penanganan Banjir Jawa Tengah Perlu Terobosan Besar

Penyebab banjir Jawa Tengah sangat kompleks mulai dari hulu, tengah, sampai hilir.

Warga duduk di atas gapura kampung saat banjir di Kampung Joyotakan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (17/2/2023). Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Solo sebanyak 21.846 jiwa dari 15 Kelurahan di Kota Solo terdampak banjir akibat meluapnya sejumlah anak sungai Bengawan Solo.
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Warga duduk di atas gapura kampung saat banjir di Kampung Joyotakan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (17/2/2023). Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Solo sebanyak 21.846 jiwa dari 15 Kelurahan di Kota Solo terdampak banjir akibat meluapnya sejumlah anak sungai Bengawan Solo.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD dapil Jawa Tengah, DR Abdul Kholik, mengatakan bahwa banjir di Jawa Tengah (Jateng) kini semakin mengkhawatirkan. Sebaran genangan banjir semakin meluas. Daerah yang banjir tidak hanya kawasan pantai utara (Pantura), tetapi juga daerah timur, seperti Solo Raya tergenang akibat meluapnya Bengawan Solo. Di kawasan Jawa Tengah selatan wilayah, seperti Kebumen, Banyumas, dan Cilacap juga menjadi langganan banjir.

''Faktor penyebab itu sangat kompleks. Ini mulai dari kawasan hulu, tengah, hingga hilir semuanya menyumbang masalah banjir. Di kawasan hulu sungai terjadi alih fungsi lahan yang sangat masif. Di kawasan sungai bagian tengah terjadi kerusakan daerah aliran sungai, penyempitan, dan pendangkalan. Di kawasan hilir terjadi penurunan permukaan tanah. Selain itu, permukaan air laut pun meningkat akibat pemanasan global,'' kata Abdul Kholik, Jumat (24/3/2024) pagi.

Menurut Abdul Kholik, berdasarkan kajian secara konsisten memang permukaan tanah di kawasan Pantura Jateng turun 1-12 cm per tahun. Bahkan, di Pekalongan dan Semarang, penurunan permukaan tanahnya mencapai kisaran 10 cm per tahun. ''Sedangkan di kawasan selatan banjir lebih banyak disebabkan kerusakan sungai di bagian hulu dan daerah aliran sungai."

"Maka kini harus ada solusi yang komprehensif soal banir yang berkelanjutan. Di kawasan Jateng utara harus dimulai dengan pembatasan penggunaan air  tanah secara ketat, terutama untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air bersih skala besar. Selain itu, harus segera dibangun tanggul laut raksasa,'' kata Kholik.

Sedangkan di kawasan bagian atas, ujarnya, alih fungsi lahan harus dibatasi. Sejalan dengan itu harus pula dibangun waduk untuk menahan air agar tidak langsung mengalir ke bawah. Sumur resapan air harus secara masif dibuat agar air terserap ke dalam tanah.

''Normalisasi sungai juga harus dimaksimalkan dengan berbagi tanggung jawab antara Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah daerah. Sedangkan di bagian hilir, harus pula disiapkan infrastruktur  untuk mengendalikan banjir, seperti pompa air dan pemeliharaan kanal banjir. Ini karena berdasarkan data, kanal banjir di Jawa Tengah sudah mengalami pendangkalan sampai kisaran 40 persen,'' kata Kholik menegaskan.

Bahkan, menurut Kholik, yang tidak kalah penting adalah mendorong mobilisasi warga untuk peduli dan mencegah banjir. Sebab, sebagian terjadi karena saluran yang tidak terawat dan tersumbat sampah.

''Dengan kompleksnya masalah banjir di Jawa Tengah, kini harus dilakukan terobosan kebijakan besaran dengan melibatkan semua stake holder," katanya.

Menurut dia, kerangka waktu penanganan banjir juga harus dibuat secara tegas, yaitu sejak tahun ini sampai tahun 2035. Ini karena 15 tahun ke depan, kondisi akan semakin berat dan para ahli sudah mengingatkan bila sebagian wilayah Jawa Tengah terancam tenggelam.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement